Dalam suatu perusahaan terdapat, seorang karyawan yang mengalami ketidakpuasan kerja. Padahal dia sudah memiliki kemampuan dan keahlian yang baik yang ia miliki untuk melaksanakan pekerjaannya dengan maksimal dan baik, tetapi karyawan ini sering merasakan tidak nyaman dalam mengerjakan tugas-tugas di kantornya. Dia sering kesulitan apabila mengerjakan tugas kantornya pada saat dia berada di kantor. Padahal apabila ia mengerjakan tugas kantornya di rumah, dia akan merasa lebih nyaman. Bahkan dia bisa mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik dan tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menyelesaikannya. Ternyata ia mendapatkan lingkungan pekerjaan yang tidak bisa membuatnya nyaman. Lingkungan kerjanya terlalu bising dan memiliki lingkungan yang kurang baik untuk suatu kantor yang dapat membuat karyawannya nyaman.
Hal tersebut membuktikan bahwa faktor ekstrinsik juga dapat mempengaruhi seorang karyawan dalam mendapatkan kepuasan kerja atau ketidakpuasan kerja.
Ciri-ciri intrinsik pekerjaan:
1. Keragaman Keterampilan,
2. Jati Diri Tugas,
3. Tugas yang Penting,
4. Otonomi, dan
5. Pemberian Balikan pada Pekerjaan.
Ciri-ciri ekstrinsik dalam pekerjaan:
1. Gaji/Penghasilan,
2. Imbalan yang Dirasakan Adil ( Equitable Reward)
3. Penyeliaan.
4. Rekan-rekan Sejawat yang Menunjang.
5. Kondisi Kerja yang Menunjang.
Hal-hal tersebut dapat menyebabkan ketidakpuasan dalam bekerja apabila seorang karayawan tidak mendapatkan kenyamanan atau kecocokkan diantara ciri-ciri intrinsik dengan ekstrinsik. Kedua ciri itu saling berkaitan jadi keduanya harus memiliki keseimbangan agar seorang tidak mengalami ketidakpuasan dalam bekerja.
Teori-Teori tentang Kepuasan Kerja
Menurut Wexley dan Yukl (1977) teori-teori tentang kepuasan kerja ada tiga macam yang lazim dikenal yaitu:
1.Teori Perbandingan Intrapersonal (Discrepancy Theory)
Kepuasan atau ketidakpuasan yang dirasakan oleh individu merupakan hasil dari perbandingan atau kesenjangan yang dilakukan oleh diri sendiri terhadap berbagai macam hal yang sudah diperolehnya dari pekerjaan dan yang menjadi harapannya. Kepuasan akan dirasakan oleh individu tersebut bila perbedaan atau kesenjangan antara standar pribadi individu dengan apa yang diperoleh dari pekerjaan kecil, sebaliknya ketidakpuasan akan dirasakan oleh individu bila perbedaan atau kesenjangan antara standar pribadi individu dengan apa yang diperoleh dari pekerjaan besar.
2. Teori Keadilan (Equity Theory)
Seseorang akan merasa puas atau tidak puas tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan atau tidak atas suatu situasi. Perasaan equity atau inequity atas suatu situasi diperoleh seseorang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor, maupunditempat lain.
3. Teori Dua – Faktor (Two Factor Theory)
Prinsip dari teori ini adalah bahwa kepuasan dan ketidakpuasan kerja merupakan dua hal yang berbeda. Menurut teori ini, karakteristik pekerjaan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yang satu dinamakan Dissatisfier atau hygiene factors dan yang lain dinamakan satisfier atau motivators.
Satisfier atau motivators adalah faktor-faktor atau situasi yang dibuktikannya sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari prestasi, pengakuan, wewenang, tanggungjawab dan promosi. Dikatakan tidak adanya kondisi-kondisi ini bukan berarti membuktikan kondisi sangat tidak puas, tetapi kalau ada, akan membentuk motivasi kuat yang menghasilkan prestasi kerja yang baik. Oleh sebab itu faktor ini disebut sebagai pemuas.
Hygiene factors adalah faktor-faktor yang terbukti menjadi sumber kepuasan, terdiri dari gaji, insentif, pengawasan, hubungan pribadi, kondisi kerja dan status. Keberadaan kondisi-kondisi ini tidak selalu menimbulkan kepuasan bagi karyawan, tetapi ketidakberadaannnya dapat menyebabkan ketidakpuasan bagi karyawan. As’ad (2004, p.104). Sebuah kelompok psikolog Universitas Minnesota pada akhir tahun 1950-an membuat suatu program riset yang berhubungan dengan problem umum mengenai penyesuaian kerja. Program ini mengembangkan sebuah kerangka konseptual yang, diberi nama Theory of Work Adjustment (Wayne dan Cascio, 1990, p.277).
Theory of Work Adjustment didasarkan pada hubungan antara individu dengan lingkungan kerjanya. Hubungan tersebut dimulai ketika individu memperlihatkan kemampuan atau keahlian yang memungkinkan untuk memberikan tanggapan terhadap kebutuhan kerja dari suatu lingkungan kerja. Dari lain pihak, lingkungan kerja menyediakan pendorong atau penghargaan tertentu seperti gaji, status, hubungan pribadi, dan lain-lain dalam hubungannya dengan kebutuhan individu.
Jika individu memenuhi persyaratan kerja, maka karyawan akan dianggap sebagai pekerja-pekerja yang memuaskan dan diperkenankan untuk tetap bekerja di dalam badan usaha. Di lain pihak, jika kebutuhan kerja memenuhi kebutuhan individu atau memenuhi kebutuhan kerja, pekerja dianggap sebagai pekerja-pekerja yang puas.
Individu berharap untuk dievaluasi oleh penyelia sebagai pekerja yang memuaskan ketika kemampuan dan keahlian individu memenuhi persyaratan kerja. Apabila pendorong-pendorong dari pekerjaan memenuhi kebutuhan kerja dari individu, mereka diharapkan untuk jadi pekerja yang puas. Seorang karyawan yang puas dan memuaskan diharapkan untuk melaksanakan pekerjaannya. Jika kemampuan dan persyaratan kerja tidak seimbang, maka pengunduran diri, tingkat pergantian, pemecatan dan penurunan jabatan dapat terjadi. Model Theory of Work Adjustment mengukur 20 dimensi yang menjelaskan 20 kebutuhan elemen atau kondisi penguat spesifik yang penting dalam menciptakan kepuasan kerja. Dimensi-dimensi tersebut dijelaskan sebagai berikut:
a. Ability Utilization adalah pemanfaatan kecakapan yang dimiliki oleh karyawan.
b. Achievement adalah prestasi yang dicapai selama bekerja.
c. Activity adalah segala macam bentuk aktivitas yang dilakukan dalam bekerja.
d. Advancement adalah kemajuan atau perkembangan yang dicapai selama bekerja.
e. Authority adalah wewenang yang dimiliki dalam melakukan pekerjaan.
f. Company Policies and Practices adalah kebijakan yang dilakukan adil bagi karyawan.
g. Compensation adalah segala macam bentuk kompensasi yang diberikan kepada para karyawan.
h. Co-workers adalah rekan sekerja yang terlibat langsung dalam pekerjaan.
i. Creativity adalah kreatifitas yang dapat dilakukan dalam melakukan pekerjaan.
j. Independence adalah kemandirian yang dimiliki karyawan dalam bekerja.
k. Moral values adalah nilai-nilai moral yang dimiliki karyawan dalam melakukan pekerjaannya seperti rasa bersalah atau terpaksa.
l. Recognition adalah pengakuan atas pekerjaan yang dilakukan.
m. Responsibility, tanggung jawab yang diemban dan dimiliki.
n. Security, rasa aman yang dirasakan karyawan terhadap lingkungan kerjanya.
o. Social Service adalah perasaan sosial karyawan terhadap lingkungan kerjanya.
p. Social Status adalah derajat sosial dan harga diri yang dirasakan akibat dari pekerjaan.
q. Supervision-Human Relations adalah dukungan yang diberikan oleh badan usaha terhadap pekerjanya.
r. Supervision-Technical adalah bimbingan dan bantuan teknis yang diberikan atasan kepada karyawan.
s. Variety adalah variasi yang dapat dilakukan karyawan dalam melakukan pekerjaannya.
t. Working Conditions, keadaan tempat kerja dimana karyawan melakukan pekerjaannya.
Hipotesis pokok dart Theory of Work Adjustment adalah bahwa kepuasan kerja merupakan fungsi dari hubungan antara sistem pendorong dari lingkungan kerja dengan kebutuhan individu
Sabtu, 19 Desember 2009
Penyebab dan Pencegahan Ketidakpuasan Kerja
Ketidakpuasan kerja bukanlah sesuatu hal yang mutlak. Ketidakpuasan itu dapat dicegah dengan berbagi cara berdasarkan penyebabnya. Penyebab ketidakpuasan bisa karena faktor gaji, rekan dalam bekerja dan kondisi fisik kerja. Pertama, gaji yang rendah misalnya, dapat menurunkan semangat dan motivasi kerjakaryawan karena gaji merupakan tujuan pokok dari mayoritas individu untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Kedua, rekan kerja yang kurang nyaman dapat mengurangi prestasi dan ketidaknyamanan kerja. Misalnya saja rekan kerja yang tidak bersahabat dan selalu mengganggu pekerjaan orang lain dapat membuat karyawan itu menjadi malas bekerja. Ketiga, kondisi kerja yang tidak nyaman dapat membuat suasana menjadi buruk misalnya saja ruangan yang sempit, cahaya yang tidak bagus, dan panas.
Untuk mencegahnya dapat dilakukan dengan menciptakan suasana kerja yang baik dengan membangun komunikasi yang bersahabat dengan rekan kerja yang lain karena sikap sosial itu sangat penting, memberikan gaji yang sesuai dengan hasil pekerjaan yang diberikan, ruangan dalam bekerja haruslah membuat karyawan nyaman dan indah untuk dijadikan tempat bekerja (misalnya ruangan yang pencahayaannya cukup, bersih, wangi dan luas).
Karena masalah-masalah yang dihadapi karyawan pada dasarnya lebih disebabkan faktor eksternal maka pendekatannya adalah pada sistem manajemen. Untuk itu yang dapat dilakukan perusahaan antara lain dengan dengan pendekatan-pendekatan umum:
1. mengadakan pengkajian mendalam apa saja faktor-faktor eksternal karyawan yang memengaruhi kepuasan kerja, motivasi kerja, dan kinerja.
2. melakukan kajian kekuatan dan kelemahan perusahaan dilihat dari penerapan sistem manajemen sumberdaya manusia kaitannya dengan strategi bisnis termasuk dalam hal analisis pekerjaan dan beban kerja karyawan.
3. melakukan perbaikan fungsi-fungsi MSDM mulai dari fungsi rekrutmen dan seleksi karyawan, program orientasi, manajemen pelatihan dan pengembangan, penempatan karyawan, manajemen kompensasi, dan manajemen karir.
4. mengefektifkan keterkaitan strategi bisnis secara sinergis dengan strategi-strategi lainnya seperti strategi SDM, strategi finansial, strategi produksi, strategi pemasaran, dan strategi informasi sebagai suatu kesatuan yang utuh.
5. melakukan reposisi gaya kepemimpinan yang dinilai tepat diterapkan di perusahaan.
Untuk mencegahnya dapat dilakukan dengan menciptakan suasana kerja yang baik dengan membangun komunikasi yang bersahabat dengan rekan kerja yang lain karena sikap sosial itu sangat penting, memberikan gaji yang sesuai dengan hasil pekerjaan yang diberikan, ruangan dalam bekerja haruslah membuat karyawan nyaman dan indah untuk dijadikan tempat bekerja (misalnya ruangan yang pencahayaannya cukup, bersih, wangi dan luas).
Karena masalah-masalah yang dihadapi karyawan pada dasarnya lebih disebabkan faktor eksternal maka pendekatannya adalah pada sistem manajemen. Untuk itu yang dapat dilakukan perusahaan antara lain dengan dengan pendekatan-pendekatan umum:
1. mengadakan pengkajian mendalam apa saja faktor-faktor eksternal karyawan yang memengaruhi kepuasan kerja, motivasi kerja, dan kinerja.
2. melakukan kajian kekuatan dan kelemahan perusahaan dilihat dari penerapan sistem manajemen sumberdaya manusia kaitannya dengan strategi bisnis termasuk dalam hal analisis pekerjaan dan beban kerja karyawan.
3. melakukan perbaikan fungsi-fungsi MSDM mulai dari fungsi rekrutmen dan seleksi karyawan, program orientasi, manajemen pelatihan dan pengembangan, penempatan karyawan, manajemen kompensasi, dan manajemen karir.
4. mengefektifkan keterkaitan strategi bisnis secara sinergis dengan strategi-strategi lainnya seperti strategi SDM, strategi finansial, strategi produksi, strategi pemasaran, dan strategi informasi sebagai suatu kesatuan yang utuh.
5. melakukan reposisi gaya kepemimpinan yang dinilai tepat diterapkan di perusahaan.
Kepuasaan Kerja
DEFINISI
o Siegel dan Lane (1982) based on what Locke said ? ”the appraisal of one’s job as attaining or allowing the attainment of one’s important job values, providing this values are congruent with or help fulfill one’s basic needs” (tenaga kerja yang puas dengan pekerjaannya merasa senang dengan pekerjaannya)
o Howell dan Dipboye (1986) ? hasil keseluruhan dari derajat rasa suka dan tidak suka tenaga kerja terhadap berbagai aspek dari pekerjaannya.
o Sikap umum individu yang timbul berdasarkan penilaian terhadap situasi pekerjaannya.
FAKTOR PENENTU KEPUASAN KERJA
• Pekerjaan
Pada dasarnya sifat pekerjaan itu sendiri adalah determinan dari kepuasan kerja. Dalam hal ini beberapa dimensi utama yang berkaitan dengan pekerjaan yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan diantaranya:
* Ragam keterampilan adalah tingkat dimana pekerjaan tersebut menuntut berbagai jenis aktivitas dalam menyelesaikan pekerjaannya yang mencakup penggunaan banyak jenis keterampilan dan bakat pekerja.
* Identitas pekerjaan adalah tingkat dimana pekerjaan tersebut menuntut kelengkapan dalam suatu kesatuan dan setiap bagian pekerjaan dapat diidentifisir yaitu mengerjakan suatu pekerjaan mulai dari permulaan hingga berakhir dengan hasil yang nyata.
* Kepentingan pekerjaan adalah tingkat dimana pekerjaan tersebut memiliki dampak penting bagi kehidupan atau pekerjaan orang lain apakah dalam lingkungan organisasi atau diluar.
* Otonomi adalah tingkat dimana pekerjaan tersebut memberikan kebebasan, kemandirian serta keleluasaan bagi pekerja dalam menjadwalkan pekerjaannya dan dalam menentukan prosedur yang digunakan dalam menyelesaikan pekerjaan.
* Umpan balik pekerjaan itu sendiri adalah tingkat dimana dalam menyelesaikan aktivitas kerja yang dituntut oleh suatu pekerjaan memberikan konsekuensi pada pekerja dengan mendapatkan informasi langsung dan jelas tentang efektivitas pelaksanaan pekerjaannya.
o Gaji, Penghasilan yang Dirasakan Adil
Upah merupakan karakteristik dari pekerjaan yang paling memungkinkan menimbulkan ketidakpuasan kerja.
o Penyeliaan
Perilaku pengawas terdekat merupakan determinan lain dari kepuasan kerja. Akan tetapi bagaimana tanggapan pekerja terhadap pengawasan yang didapatkan lebih tergantung pada karakteristik dari pengawasnya itu sendiri. Satu-satunya perilaku pemimpin yang dapat diramalkan berpengaruh terhadap kepuasan karyawan adalah kebijaksanaan. Karyawan lebih puas dengan pemimpin yang bijaksana dibandingkan dengan pimpinan yang berorientasi pada pekerjaan. Sedangkan Locke memberikan kerangka kerja teoritis untuk memahami kepuasan tenaga kerja dengan penyeliaan dimana Locke menemukenali dua jenis hubungan atasan-bawahan yaitu hubungan fungsional yang mencerminkan sejauhmana penyelia membantu tenaga kerja untuk memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi tenaga kerja serta hubungan keseluruhan yang didasarkan pada ketertarikan antar pribadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilai-nilai yang serupa.
o Rekan Sejawat yang Menunjang
Ada tenaga kerja yang dalam menjalankan tugasnya memperoleh masukan (bahan dalam bentuk tertentu) dari orang lain dan keluarannya (barang setengah jadi) menjadi masukan untuk tenaga kerja yang lain.
o Kondisi Kerja yang Menunjang
Bagaimana kondisi kerja seorang karyawan memiliki pengaruh yang besar terhadap kepuasan kerja karyawan tersebut. Karyawan yang bekerja dalam ruangan yang sempit, panas dan cahaya lampu yang menyilaukan mata akan menjadi enggan untuk bekerja dan mencari alas an untuk sering keluar.
KONSEKUENSI KEPUASAN DAN KETIDAKPUASAN KERJA
• Produktivitas
Karyawan dengan kepuasan kerja yang tinggi cenderung lebih produktif jika dibandingkan dengan karyawan yang memiliki kepuasan kerja rendah.
• Ketidakhadiran (Absenteisme)
Dari beberapa penelitian didapatkan hasil korelasi negative antara kepuasan kerja dengan keabsenan, dimana individu yang tidak puas cenderung lebih memiliki tingkat absensi yang tinggi jika dibandingkan dengan pekerja yang puas.
• Keluarnya Tenaga Kerja (Turn Over)
Kepuasan kerja juga berkorelasi negative dengan pengunduran diri atau keluarnya tenaga kerja. Karyawan dengan tingkat kepuasan kerja yang rendah cenderung lebih memilih untuk keluar dari organisasi/perusahaan yang bersangkutan.
• Kesehatan
Hasil penelitian dari Kornhauser menyatakan bahwa untuk semua tingkat jabatan, persepsi dari tenaga kerja bahwa pekerjaan mereka menuntut penggunaan efektif dari kecakapan mereka berkaitan dengan skor kesehatan mental yang tinggi. Kepuasan kerja menunjang tingkat dari fungsi fisik dan mental dan kepuasan sendiri merupakan tanda dari kesehatan.
• Agresi
Frustasi yang menyertai ketidakpuasan kerja dapat mengarah pada perilaku agresif berupa sabotase, sengaja melakukan kesalahan, mogok kerja, dan lain sebagainya.
RESPON TERHADAP KETIDAKPUASAN KERJA
1. EXIT : perilaku diarahkan ke meninggalkan organisasi yang meliputi mencari posisi baru sekaligus mengundurkan diri.
2. SUARA : secara aktif dan konstruktif berupaya memperbaiki kondisi, yang meliputi menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan dan sebagian bentuk kegiatan perserikatan.
3. PENGABAIAN : secara pasif membiarkan keadaan memburuk yang meliputi keabsenan atau keterlambatan kronis, penurunan usaha dan peningkatan tindakan kesalahan.
4. KESETIAAN : secara pasif namun optimis menunggu perbaikan kondisi yang meliputi membela organisasi dari kritikan eksternal dan mempercayai organisasi dan manajemen untuk “melakukan hal yang benar”
TEORI KEPUASAN KERJA
1. Discrepancy Theory
Kepuasan atau ketidakpuasan tergantung pada selisih antara apa yang dianggap telah didapatkan dengan apa yang diinginkan. Locke menyatakan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan terhadap beberapa aspek dari pekerjaan mencerminkan penimbangan dua nilai :
a. Pertentangan yang dipersepsikan antara apa yang diinginkan individu dengan apa yang ia terima,
b. Pentingnya apa yang diinginkan bagi individu.
Kepuasan kerja secara keseluruhan bagi seorang individu adalah jumlah dari kepuasan kerja dari setiap aspek pekerjaan dikalikan dengan derajat pentingnya aspek pekerjaan individu. Misalnya salah satu aspek dari pekerjaan adalah aspek peluang untuk maju lebih penting dari aspek yang lain misalnya penghargaan, maka untuk tenaga kerja tersebut kemajuan harus dibobot lebih tinggi dari pada penghargaan.
Puas atau tidaknya seorang individu tergantung bagaimana ia mempersepsikan adanya kesesuaian atau pertentangan antara keinginannya dan hasil keluarannya. Contohnya karyawan yang workaholic tidak akan senang jika mendapat libur tambahan sebaliknya karyawan yang suka menikmati waktu luang setelah bekerja akan merasa senang jika mendapat libur tambahan.
2. Equity Theory
Menurut teori ini seseorang menilai adanya keadilan dengan membandingkan hasil : rasio inputnya dengan hasil : rasio input orang lain. Komponen utama dari teori ini adalah:
a. Input yaitu sesuatu yang bernilai bagi seseorang yang dapat mendukung pekerjaannya.
b. Hasil, yaitu sesuatu yang dinilai berharga oleh seorang pekerja yang diperoleh dari pekerjaannya.
c. Orang bandingan
d. Keadilan dan ketidakadilan
Prinsipnya: Rasio input : hasil = rasio input : hasil orang bandingan ? adil
Cara menegakkan keadilan:
a. Meningkatkan atau mengurangi input pribadi
b. Membujuk orang bandingan untuk mengurangi atau meningkatkan input pribadi
c. Membujuk organisasi untuk mengubah hasil perseorangan pekerja atau hasil orang bandingan
d. Pengabaian psikologis terhadap input atau hasil pribadi
e. Pengesampingan psikologis terhadap input atau hasil orang bandingan
f. Memilih orang bandingan yang lain
g. Meninggalkan organisasi
3. Two Factor Theory
Kepuasan kerja secara kualitatif berbeda dengan ketidakpuasan kerja. Dalam hal ini karakteristik pekerjaan dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu:
a. Disatisfier or hygiene factor yaitu faktor yang menyebabkan ketidakpuasan kerja diantaranya gaji, pengawasan, hubungan antar pribadi, kondisi kerja, serta administrasi dan kebijaksanaan perusahaan.
b. Satisfier or motivation factor yaitu faktor yang menyebabkan timbulnya kepuasan kerja diantaranya tanggung jawab, kemajuan, pekerjaan itu sendiri, capaian, dan pengakuan.
MENGEMBANGKAN KEPUASAN
Jika seorang karyawan merasakan ketidakpuasan maka langkah pertama yang seharusnya diambil untuk mengembangkan kepuasan adalah menentukan penyebab ketidakpuasan . akan tetapi tidak gampang untuk bias mengetahui penyebab ketidakpuasan dari seorang karyawan. Salah satu pendekatan yang dikenal dengan istilah nondirective counseling kadang efektif untuk menangani pekerja dalam menyampaikan kekesalannya terhadap suatu hal
PENYEMBUHAN TERHADAP KETIDAKPUASAN
1. Mengadakan perubahan dalam kondisi kerja, pengawasan, kompensasi atau rancangan pekerjaan tergantung pada apa yang menjadi sumber ketidakpuasan.
2. Memindahkan pekerja ke pekerjaan yang lain untuk mendapatkan pasangan yang lebih baik antara karakteristik pekerja dengan pekerjaannya.
3. Mengubah persepsi atau harapan dari para pekerja.
PENCEGAHAN KETIDAKPUASAN
Perlu untuk mencegah timbulnya ketidakpuasan dari pada menunggu ketidakpuasan itu muncul dengan pengelolaan upah yang baik, seleksi yang sistematik dan program latihan, sosialisasi dan orientasi yang tepat.
KONFLIK KERJA
PENGANTAR
1. Konflik yaitu suatu perselisihan atau perjuangan diantara dua pihak yang ditandai dengan menunjukkan permusuhan secara terbuka dan atau mengganggu dengan sengaja pencapaian tujuan pihak lawan.
2. Gangguan dapat meliputi usaha-usaha aktif untuk merintangi pencapaian tujuan seseorang atau penolakan secara pasif
KONSEKUENSI KONFLIK
1. Pada dasarnya konflik yang terjadi dalam sebuah organisasi bisa menyebabkan kehancuran dalam komunikasi antara dua orang yang mengalami konflik. Hal ini disebabkan karena masing-masing mereka saling tidak menyukai sehingga membuat mereka menghindari berbagai cara untuk berkomunikasi.
2. Konflik dapat menyebabkan kerjasama antara dua orang atau kelompok menjadi hancur.
3. Aktivitas-aktivitas yang saling bergantung antara dua orang yang mengalami konflik juga dapat terganggu akibat dari penurunan kerjasama dari dua orang yang mengalami konflik dan adanya penolakan pemberian informasi dari kedua belah pihak.
4. Aktivitas produksi juga bisa menurun dengan pengahamburan energy dan waktu untuk memenangkan konflik.
5. Individu yang terlibat konflik secara tipikal mengalami tekanan (stres), frustasi serta kekhawatiran yang pada gilirannya menurunkan kepuasan kerja, melemahkan perhatian terhadap pekerjaan, menciptakan apatis, serta mendorong pada penarikan diri dalam bentuk absensi.
6. Bila konflik berlebihan, organisasi dapat pecah sebagian dan tidak dapat digerakkan, tidak dapat melakukan tindakan-tindakan bersama dalam menghadapi tantangan lingkungan.
7. Tanpa sedikit konflik organisasi tidak mungkin akan mempertahankan ketegarannya serta menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang berubah
SUMBER KONFLIK
1. Persaingan terhadap sumber-sumber
Contoh : dana anggaran, ruang, personalia, serta pelayanan pendukung.
Semakin langka pengadaan sumber-sumber yang relatif banyak dipergunakan oleh pihak-pihak tandingannya dan semakin penting sumber-sumber tersebut bagi mereka, semakin besar kemungkinan konflik akan berkembang.
2. Ketergantungan tugas
Adanya ketergantungan antara dua orang atau lebih akan tetapi prioritas mereka berbeda. Jika dua individu atau kelompok tergantung satu sama lain untuk keberhasilan pelaksanaan tugasnya, maka konflik mungkin terjadi jika keduanya mempunyai tujuan atau prioritas yang berbeda.
Kekaburan tugas
Terjadi karena adanya tumpang tindih tanggung jawab dan karena ada satu karyawan yang menyerahkan pekerjaan yang tidak disukainya kepada karyawan yang lain. Konflik bisa juga terjadi jika satu pihak berusaha mencari muka atas setiap keberhasilan atau mengalihkan celaan jika terjadi kegagalan dalam suatu aktivitas bersama.
Masalah status
a. Konflik terjadi ketika satu departemen (sebut saja departemen A) yang statusnya rendah mengadakan perubahan sehingga statusnya menjadi naik atau sama dengan departemen yang lain (misalnya departemen B) sehingga membuat departemen B tersinggung dan berusaha mencari-cari kesalahan departemen A.
b. Konflik juga dapat terjadi jika satu departemen berusaha menaikkan status yang dianggap ancaman oleh departemen yang lain.
c. Jenis konflik status yang terakhir disebabkan oleh persepsi atas ketidakadilan dalam hal ganjaran, penugasan kerja, kondisi kerja, serta symbol status. Jika sebuah departemen percaya bahwa mereka menerima keuntungan atau kesempatan yang lebih sedikit daripada yang sepatutnya ia dapatkan maka frustasi dan kebencian dapat berkembang menjadi konflik dengan administrator yang bertanggung jawab dalam alokasi keuntungan atau dengan orang yang menerima keuntungan lebih banyak.
Rintangan komunikasi
a. Tidak memadainya komunikasi,
b. Tidak adanya sarana komunikasi,
c. Kesulitan bahasa,
d. Selektivitas dalam menginterpretasikan informasi,
e. Komunikasi terbuka dimana pengetahuan yang sempurna dapat mengungkapkan ketidakadilan atau perbedaan nilai diantara kelompok sehingga dapat menumbuhkan kebencian dan permusuhan.
6. Sifat individu
Konflik nudah terjadi bila satu pihak sangat dogmatis dan otoriter serta rendah harga dirinya.
DINAMIKA KONFLIK MENANG KALAH ANTAR KELOMPOK
Dinamika konflik menang-kalah antar kelompok (win-lose type) yaitu setiap kelompok percaya bahwa hanya satu kelompok yang dapat “memang” dan mereka ditetapkan menjadi pemenang. Kebanyakan konflik tidak termasuk tipe menang-kalah tetapi dapat saja menjadi demikian bila diantara kelompok timbul anggapan yang kuat bahwa pihak lain merupakan tandingan yang harus dikalahkan.
TANGGAPAN TERHADAP KONFLIK
A. Usaha menghindarkan pertikaian atas perbenturan kepentingan
1. Penarikan diri, misalnya jika dua individu terlibat konflik maka salah satunya memilih untuk keluar dari organisasi itu atau menghindarkan untuk berhubungan satu sama lain. Hal ini baik bagi dua individu yang memang dalam pekerjaan tidak perlu saling berhubungan akan tetapi hal ini akan berdampak buruk bagi dua individu yang memiliki peran saling bergantung yang menuntut koodinasi.
2. Penghalusan, yaitu usaha untuk mengesampingkan perbedaan dan berusaha mengadakan penghalusan atas konflik. Dalam hal ini salah satu pihak mengembangkan hubungan dengan pihak lawannya dengan menghindarkan masalah yang menjadi sumber pertentangan. Sejumlah taktik perdamaian yang utama meliputi:
a. Menyatakan keinginan untuk bekerjasama dan berhubungan secara harmonis dengan pihak terlibat.
b. Menawarkan bantuan dan pernyataan penghargaan atas prestasi yang dicapai pihak lawannya.
c. Menghindari membuat tuduhan, ancaman, atau ucapan-ucapan yang menyakitkan kepada pihak lawan dalam konflik.
d. Penguatan pada tindakan perdamaian serta saling memberikan hadiah diantara yang terlibat konflik.
e. Mengutamakan pada persamaan karakteristik dan kepentingan bersama dari dua pihak yang bertentangan.
f. Memberikan tawaran bantuan khusus pada pihak lawan.
g. Sepakat untuk tidak mencari perbedaan nilai atau kepercayaan diantara pihak-pihak yang terlibat.
Penghalusan perbedaan merupakan pendekatan yang efektif untuk menghindarkan kondisi yang mengarah pada permusuhan terbuka dan kehancuran hubungan kerja sepanjang sumber konflik tidak berkaitan secara langsung dengan pelaksanaan tugas kerja. Contohnya dua orang yang memiliki perbedaan prinsip, maka mereka sepakat untuk tidak membicarakan hal itu. Seperti halnya penarikan diri, penghalusan tidak akan efektif jika digunakan terus menerus untuk menghindarkan perselisihan konfrontasi yang mencakup masalah koordinasi dan pelaksanaan kerjasama.
B. Bentuk konfrontasi yang memiliki konsekuensi yang berbeda untuk penyelesaian konflik
1. Bujukan (membujuk pihak lain untuk mengubah posisinya) dengan cara:
a. Memberikan bukti nyata yang mendukung posisinya.
b. Melemahkan informasi yang mendukung posisi lawannya serta menunjukkan kesalahan berpikirnya.
c. Menjelaskan pengorbanan serta kerugian yang dimungkinkan dari usulan pihak oposan yang belum disadarinya.
d. Memberikan penjelasan bagaimana usulan anda akan memiliki keunggulan dari usulan pihak lain.
e. Menunjukkan bahwa usulan anda selaras dengan kebijaksanaan terdahulu, norma yang lazim berlaku atau standar keadilan dan kesamaan yang dapat diterima.
Keberhasilan persuasi ditentukan oleh keterpercayaan orang yang memberikan ajakan secara persuasive dan kemauan pihak lain untuk mempertimbangkan informasi factual yang relevan dengan tema perselisihannya.
2. Paksaan, merupakan cara yang dilakukan oleh satu pihak untuk memberikan tekanan pada pihak lain agar pihak lain tersebut mengalah. Teknik paksaan bisanya digunakan oleh pihak yang mempunyai kekuasaan formal atas pihak yang lain, misalnya pemimpin memaksa bawahannya untuk mengakhiri perselisihan.
Tipe taktik penekan yang utama adalah meliputi:
a. Ancaman yaitu peringatan secara terang-terangan atau terselubung atas suatu tindakan yang merugikan pihak lain yang akan dilakukan jika benar-benar tidak memenuhi tuntutan-tuntutan tertentu.
b. Konsekuensi hukuman adalah suatu metode untuk menunjukkan pada pihak lain bahwa tindakan-tindakan agresif dapat dilakukan untuk menghukum bila memang diperlukan.
c. Keterikatan posisi adalah pernyataan dari satu pihak bahwa dirinya tidak dapat memberikan kesepakatan lagi dan pihak lain harus menghadapi konsekuensi-konsekuensi jalan buntu.
3. Tawar menawar yaitu proses pertukaran persetujuan hingga suatu kompromi dicapai. Tujuan masing-masing pihak dalam tawar menawar adalah biasanya untuk mencapai keuntungan semaksimal mungkin dalam suatu kondisi, tanpa berkepentingan pada keuntungan yang diterima oleh pihak lain.taktik-taktik yang berorientasi pada penawaran atau pertukaran yaitu:
a. Membuat suatu persetujuan kecil sepihak dan menyatakan bahwa tidak akan membuat persetujuan lagi bila pihak lain tidak memberikan persetujuan.
b. Menyarankan suatu pertukaran persetujuan khusus yang mudah di terima.
c. Secara informal memberikan isyarat suatu keinginan untuk membuat konsekuensi atau persetujuan lebih lanjut jika pihak lawan membuat suatu persetujuan sekarang.
d. Mengajukan usul bahwa seorang pengantara diperlukan untuk membantu menemukan kompromi yang dapat diterima.
4. Pemecahan masalah bersama adalah suatu usaha untuk mendapatkan penyelesaian secara mufakat atau memadukan kebutuhan-kebutuhan kedua pihak. Konflik didefinisikan sebagai masalah bersama dan masing-masing mencari pihak bekerjasama dalam mencari penyelesaian yang dapat memuaskan bagi keduanya. Sejumlah taktik dalam pemecahan masalh diantaranya:
a. Pendefinisian masalah sebaiknya merupakan suatu usaha bersama sehingga pendefinisiannya didasarkan atas penemuan fakta bersama daripada atas persepsi yang membias dari masing-masing pihak.
b. Permasalahannya seharusnya dinyatakan dalam kalimat-kalimat jelas dan spesifik dan pokok-pokok persetujuan awal mengenai tujuan-tujuan dan keyakinan-keyakinan kedua belah pihak perlu diidentifisir sepanjang masih terdapat perbedaan.
c. Pihak yang terlibat sebaiknya bekerjasama dalam mengembangkan pemecahan alternative.
d. Bila ditemukan suatu pemecahan yang memaksimalkan keuntungan-keuntungan bersama namun lebih merupakan kesukaan pihak yang satu, maka sebaiknya dicarikan beberapa cara untuk memberikan keuntungan khusus bagi pihak lain untuk membuat pemecahannya lebih adil.
e. Segala kesepakatan atas pokok-pokok isu yang tersendiri sebaiknya dipertimbangkan secara coba-coba hingga setiap pokok isu terselesaikan karena beberapa isu mungkin saja berkaitan dan tidak dapat diselesaikan secara terpisah dalam cara optimal.
CAMPUR TANGAN PIHAK KETIGA
1. Arbitrasi yaitu pihak ketiga mendengarkan kedua belah pihak yang mengalami konflik dan betindak sebagai hakim dalam menentukan penyelesaian yang mengikat
2. Mediasi sama seperti arbitrasi tapi dalam mediasi, mediator tidak mempunyai wewenang langsung atas pihak yang bertikai dan rekomendainya tidak mengikat.
3. Konsultasi proses antar pihak suatu bentuk campur tangan pihak ketiga yang tujuannya untuk mengembangkan hubungan antara dua pihak dan mengembangkan kapasitas mereka untuk menyelesaikan konflik secara efektif di masa mendatang
MENGENDALIKAN KONFLIK DALAM ORGANISASI
Pendekatan Umum Terhadap Manajemen Konflik
1. Menetapkan peraturan-peraturan dan prosedur standar untuk mengatur perilaku agresif, menekankan perlakuan yang jujur terhadap pegawai serta meredakan permusuhan yang dapat diramalkan.
2. Mengubah peraturan arus kerja, disain kerja, batas bidang kerja, serta aspek lain dari hubungan kerja antar pribadi dan antar kelompok yang dengan cara ini dapat meningkatkan atau mengurangi konflik.
3. Mengubah system ganjaran untuk mendorong persaingan atau kerjasama.
4. Mendirikan posisi-posisi khusus yang bertanggungjawab untuk mediasi, arbitrasi atau juru damai pihak ketiga agar dapat mempermudah penyelesaian jenis-jenis konflik yang dapat diramalkan.
5. Memberikan kesempatan kepada pihak-pihak yang mempunyai orientasi tujuan yang berlainan terwakili dalam kelompok pembuat kebijaksanaan agar dapat mendorong konfrontasi yang konstruktif serta menurunkan kebutuhan masing-masing pihak mempercayakan pada taktik paksaan dan merusak.
6. Melatih pejabat kunci mengenai penggunaan yang tepat tentang taktik untuk mengatasi konflik.
o Siegel dan Lane (1982) based on what Locke said ? ”the appraisal of one’s job as attaining or allowing the attainment of one’s important job values, providing this values are congruent with or help fulfill one’s basic needs” (tenaga kerja yang puas dengan pekerjaannya merasa senang dengan pekerjaannya)
o Howell dan Dipboye (1986) ? hasil keseluruhan dari derajat rasa suka dan tidak suka tenaga kerja terhadap berbagai aspek dari pekerjaannya.
o Sikap umum individu yang timbul berdasarkan penilaian terhadap situasi pekerjaannya.
FAKTOR PENENTU KEPUASAN KERJA
• Pekerjaan
Pada dasarnya sifat pekerjaan itu sendiri adalah determinan dari kepuasan kerja. Dalam hal ini beberapa dimensi utama yang berkaitan dengan pekerjaan yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan diantaranya:
* Ragam keterampilan adalah tingkat dimana pekerjaan tersebut menuntut berbagai jenis aktivitas dalam menyelesaikan pekerjaannya yang mencakup penggunaan banyak jenis keterampilan dan bakat pekerja.
* Identitas pekerjaan adalah tingkat dimana pekerjaan tersebut menuntut kelengkapan dalam suatu kesatuan dan setiap bagian pekerjaan dapat diidentifisir yaitu mengerjakan suatu pekerjaan mulai dari permulaan hingga berakhir dengan hasil yang nyata.
* Kepentingan pekerjaan adalah tingkat dimana pekerjaan tersebut memiliki dampak penting bagi kehidupan atau pekerjaan orang lain apakah dalam lingkungan organisasi atau diluar.
* Otonomi adalah tingkat dimana pekerjaan tersebut memberikan kebebasan, kemandirian serta keleluasaan bagi pekerja dalam menjadwalkan pekerjaannya dan dalam menentukan prosedur yang digunakan dalam menyelesaikan pekerjaan.
* Umpan balik pekerjaan itu sendiri adalah tingkat dimana dalam menyelesaikan aktivitas kerja yang dituntut oleh suatu pekerjaan memberikan konsekuensi pada pekerja dengan mendapatkan informasi langsung dan jelas tentang efektivitas pelaksanaan pekerjaannya.
o Gaji, Penghasilan yang Dirasakan Adil
Upah merupakan karakteristik dari pekerjaan yang paling memungkinkan menimbulkan ketidakpuasan kerja.
o Penyeliaan
Perilaku pengawas terdekat merupakan determinan lain dari kepuasan kerja. Akan tetapi bagaimana tanggapan pekerja terhadap pengawasan yang didapatkan lebih tergantung pada karakteristik dari pengawasnya itu sendiri. Satu-satunya perilaku pemimpin yang dapat diramalkan berpengaruh terhadap kepuasan karyawan adalah kebijaksanaan. Karyawan lebih puas dengan pemimpin yang bijaksana dibandingkan dengan pimpinan yang berorientasi pada pekerjaan. Sedangkan Locke memberikan kerangka kerja teoritis untuk memahami kepuasan tenaga kerja dengan penyeliaan dimana Locke menemukenali dua jenis hubungan atasan-bawahan yaitu hubungan fungsional yang mencerminkan sejauhmana penyelia membantu tenaga kerja untuk memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi tenaga kerja serta hubungan keseluruhan yang didasarkan pada ketertarikan antar pribadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilai-nilai yang serupa.
o Rekan Sejawat yang Menunjang
Ada tenaga kerja yang dalam menjalankan tugasnya memperoleh masukan (bahan dalam bentuk tertentu) dari orang lain dan keluarannya (barang setengah jadi) menjadi masukan untuk tenaga kerja yang lain.
o Kondisi Kerja yang Menunjang
Bagaimana kondisi kerja seorang karyawan memiliki pengaruh yang besar terhadap kepuasan kerja karyawan tersebut. Karyawan yang bekerja dalam ruangan yang sempit, panas dan cahaya lampu yang menyilaukan mata akan menjadi enggan untuk bekerja dan mencari alas an untuk sering keluar.
KONSEKUENSI KEPUASAN DAN KETIDAKPUASAN KERJA
• Produktivitas
Karyawan dengan kepuasan kerja yang tinggi cenderung lebih produktif jika dibandingkan dengan karyawan yang memiliki kepuasan kerja rendah.
• Ketidakhadiran (Absenteisme)
Dari beberapa penelitian didapatkan hasil korelasi negative antara kepuasan kerja dengan keabsenan, dimana individu yang tidak puas cenderung lebih memiliki tingkat absensi yang tinggi jika dibandingkan dengan pekerja yang puas.
• Keluarnya Tenaga Kerja (Turn Over)
Kepuasan kerja juga berkorelasi negative dengan pengunduran diri atau keluarnya tenaga kerja. Karyawan dengan tingkat kepuasan kerja yang rendah cenderung lebih memilih untuk keluar dari organisasi/perusahaan yang bersangkutan.
• Kesehatan
Hasil penelitian dari Kornhauser menyatakan bahwa untuk semua tingkat jabatan, persepsi dari tenaga kerja bahwa pekerjaan mereka menuntut penggunaan efektif dari kecakapan mereka berkaitan dengan skor kesehatan mental yang tinggi. Kepuasan kerja menunjang tingkat dari fungsi fisik dan mental dan kepuasan sendiri merupakan tanda dari kesehatan.
• Agresi
Frustasi yang menyertai ketidakpuasan kerja dapat mengarah pada perilaku agresif berupa sabotase, sengaja melakukan kesalahan, mogok kerja, dan lain sebagainya.
RESPON TERHADAP KETIDAKPUASAN KERJA
1. EXIT : perilaku diarahkan ke meninggalkan organisasi yang meliputi mencari posisi baru sekaligus mengundurkan diri.
2. SUARA : secara aktif dan konstruktif berupaya memperbaiki kondisi, yang meliputi menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan dan sebagian bentuk kegiatan perserikatan.
3. PENGABAIAN : secara pasif membiarkan keadaan memburuk yang meliputi keabsenan atau keterlambatan kronis, penurunan usaha dan peningkatan tindakan kesalahan.
4. KESETIAAN : secara pasif namun optimis menunggu perbaikan kondisi yang meliputi membela organisasi dari kritikan eksternal dan mempercayai organisasi dan manajemen untuk “melakukan hal yang benar”
TEORI KEPUASAN KERJA
1. Discrepancy Theory
Kepuasan atau ketidakpuasan tergantung pada selisih antara apa yang dianggap telah didapatkan dengan apa yang diinginkan. Locke menyatakan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan terhadap beberapa aspek dari pekerjaan mencerminkan penimbangan dua nilai :
a. Pertentangan yang dipersepsikan antara apa yang diinginkan individu dengan apa yang ia terima,
b. Pentingnya apa yang diinginkan bagi individu.
Kepuasan kerja secara keseluruhan bagi seorang individu adalah jumlah dari kepuasan kerja dari setiap aspek pekerjaan dikalikan dengan derajat pentingnya aspek pekerjaan individu. Misalnya salah satu aspek dari pekerjaan adalah aspek peluang untuk maju lebih penting dari aspek yang lain misalnya penghargaan, maka untuk tenaga kerja tersebut kemajuan harus dibobot lebih tinggi dari pada penghargaan.
Puas atau tidaknya seorang individu tergantung bagaimana ia mempersepsikan adanya kesesuaian atau pertentangan antara keinginannya dan hasil keluarannya. Contohnya karyawan yang workaholic tidak akan senang jika mendapat libur tambahan sebaliknya karyawan yang suka menikmati waktu luang setelah bekerja akan merasa senang jika mendapat libur tambahan.
2. Equity Theory
Menurut teori ini seseorang menilai adanya keadilan dengan membandingkan hasil : rasio inputnya dengan hasil : rasio input orang lain. Komponen utama dari teori ini adalah:
a. Input yaitu sesuatu yang bernilai bagi seseorang yang dapat mendukung pekerjaannya.
b. Hasil, yaitu sesuatu yang dinilai berharga oleh seorang pekerja yang diperoleh dari pekerjaannya.
c. Orang bandingan
d. Keadilan dan ketidakadilan
Prinsipnya: Rasio input : hasil = rasio input : hasil orang bandingan ? adil
Cara menegakkan keadilan:
a. Meningkatkan atau mengurangi input pribadi
b. Membujuk orang bandingan untuk mengurangi atau meningkatkan input pribadi
c. Membujuk organisasi untuk mengubah hasil perseorangan pekerja atau hasil orang bandingan
d. Pengabaian psikologis terhadap input atau hasil pribadi
e. Pengesampingan psikologis terhadap input atau hasil orang bandingan
f. Memilih orang bandingan yang lain
g. Meninggalkan organisasi
3. Two Factor Theory
Kepuasan kerja secara kualitatif berbeda dengan ketidakpuasan kerja. Dalam hal ini karakteristik pekerjaan dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu:
a. Disatisfier or hygiene factor yaitu faktor yang menyebabkan ketidakpuasan kerja diantaranya gaji, pengawasan, hubungan antar pribadi, kondisi kerja, serta administrasi dan kebijaksanaan perusahaan.
b. Satisfier or motivation factor yaitu faktor yang menyebabkan timbulnya kepuasan kerja diantaranya tanggung jawab, kemajuan, pekerjaan itu sendiri, capaian, dan pengakuan.
MENGEMBANGKAN KEPUASAN
Jika seorang karyawan merasakan ketidakpuasan maka langkah pertama yang seharusnya diambil untuk mengembangkan kepuasan adalah menentukan penyebab ketidakpuasan . akan tetapi tidak gampang untuk bias mengetahui penyebab ketidakpuasan dari seorang karyawan. Salah satu pendekatan yang dikenal dengan istilah nondirective counseling kadang efektif untuk menangani pekerja dalam menyampaikan kekesalannya terhadap suatu hal
PENYEMBUHAN TERHADAP KETIDAKPUASAN
1. Mengadakan perubahan dalam kondisi kerja, pengawasan, kompensasi atau rancangan pekerjaan tergantung pada apa yang menjadi sumber ketidakpuasan.
2. Memindahkan pekerja ke pekerjaan yang lain untuk mendapatkan pasangan yang lebih baik antara karakteristik pekerja dengan pekerjaannya.
3. Mengubah persepsi atau harapan dari para pekerja.
PENCEGAHAN KETIDAKPUASAN
Perlu untuk mencegah timbulnya ketidakpuasan dari pada menunggu ketidakpuasan itu muncul dengan pengelolaan upah yang baik, seleksi yang sistematik dan program latihan, sosialisasi dan orientasi yang tepat.
KONFLIK KERJA
PENGANTAR
1. Konflik yaitu suatu perselisihan atau perjuangan diantara dua pihak yang ditandai dengan menunjukkan permusuhan secara terbuka dan atau mengganggu dengan sengaja pencapaian tujuan pihak lawan.
2. Gangguan dapat meliputi usaha-usaha aktif untuk merintangi pencapaian tujuan seseorang atau penolakan secara pasif
KONSEKUENSI KONFLIK
1. Pada dasarnya konflik yang terjadi dalam sebuah organisasi bisa menyebabkan kehancuran dalam komunikasi antara dua orang yang mengalami konflik. Hal ini disebabkan karena masing-masing mereka saling tidak menyukai sehingga membuat mereka menghindari berbagai cara untuk berkomunikasi.
2. Konflik dapat menyebabkan kerjasama antara dua orang atau kelompok menjadi hancur.
3. Aktivitas-aktivitas yang saling bergantung antara dua orang yang mengalami konflik juga dapat terganggu akibat dari penurunan kerjasama dari dua orang yang mengalami konflik dan adanya penolakan pemberian informasi dari kedua belah pihak.
4. Aktivitas produksi juga bisa menurun dengan pengahamburan energy dan waktu untuk memenangkan konflik.
5. Individu yang terlibat konflik secara tipikal mengalami tekanan (stres), frustasi serta kekhawatiran yang pada gilirannya menurunkan kepuasan kerja, melemahkan perhatian terhadap pekerjaan, menciptakan apatis, serta mendorong pada penarikan diri dalam bentuk absensi.
6. Bila konflik berlebihan, organisasi dapat pecah sebagian dan tidak dapat digerakkan, tidak dapat melakukan tindakan-tindakan bersama dalam menghadapi tantangan lingkungan.
7. Tanpa sedikit konflik organisasi tidak mungkin akan mempertahankan ketegarannya serta menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang berubah
SUMBER KONFLIK
1. Persaingan terhadap sumber-sumber
Contoh : dana anggaran, ruang, personalia, serta pelayanan pendukung.
Semakin langka pengadaan sumber-sumber yang relatif banyak dipergunakan oleh pihak-pihak tandingannya dan semakin penting sumber-sumber tersebut bagi mereka, semakin besar kemungkinan konflik akan berkembang.
2. Ketergantungan tugas
Adanya ketergantungan antara dua orang atau lebih akan tetapi prioritas mereka berbeda. Jika dua individu atau kelompok tergantung satu sama lain untuk keberhasilan pelaksanaan tugasnya, maka konflik mungkin terjadi jika keduanya mempunyai tujuan atau prioritas yang berbeda.
Kekaburan tugas
Terjadi karena adanya tumpang tindih tanggung jawab dan karena ada satu karyawan yang menyerahkan pekerjaan yang tidak disukainya kepada karyawan yang lain. Konflik bisa juga terjadi jika satu pihak berusaha mencari muka atas setiap keberhasilan atau mengalihkan celaan jika terjadi kegagalan dalam suatu aktivitas bersama.
Masalah status
a. Konflik terjadi ketika satu departemen (sebut saja departemen A) yang statusnya rendah mengadakan perubahan sehingga statusnya menjadi naik atau sama dengan departemen yang lain (misalnya departemen B) sehingga membuat departemen B tersinggung dan berusaha mencari-cari kesalahan departemen A.
b. Konflik juga dapat terjadi jika satu departemen berusaha menaikkan status yang dianggap ancaman oleh departemen yang lain.
c. Jenis konflik status yang terakhir disebabkan oleh persepsi atas ketidakadilan dalam hal ganjaran, penugasan kerja, kondisi kerja, serta symbol status. Jika sebuah departemen percaya bahwa mereka menerima keuntungan atau kesempatan yang lebih sedikit daripada yang sepatutnya ia dapatkan maka frustasi dan kebencian dapat berkembang menjadi konflik dengan administrator yang bertanggung jawab dalam alokasi keuntungan atau dengan orang yang menerima keuntungan lebih banyak.
Rintangan komunikasi
a. Tidak memadainya komunikasi,
b. Tidak adanya sarana komunikasi,
c. Kesulitan bahasa,
d. Selektivitas dalam menginterpretasikan informasi,
e. Komunikasi terbuka dimana pengetahuan yang sempurna dapat mengungkapkan ketidakadilan atau perbedaan nilai diantara kelompok sehingga dapat menumbuhkan kebencian dan permusuhan.
6. Sifat individu
Konflik nudah terjadi bila satu pihak sangat dogmatis dan otoriter serta rendah harga dirinya.
DINAMIKA KONFLIK MENANG KALAH ANTAR KELOMPOK
Dinamika konflik menang-kalah antar kelompok (win-lose type) yaitu setiap kelompok percaya bahwa hanya satu kelompok yang dapat “memang” dan mereka ditetapkan menjadi pemenang. Kebanyakan konflik tidak termasuk tipe menang-kalah tetapi dapat saja menjadi demikian bila diantara kelompok timbul anggapan yang kuat bahwa pihak lain merupakan tandingan yang harus dikalahkan.
TANGGAPAN TERHADAP KONFLIK
A. Usaha menghindarkan pertikaian atas perbenturan kepentingan
1. Penarikan diri, misalnya jika dua individu terlibat konflik maka salah satunya memilih untuk keluar dari organisasi itu atau menghindarkan untuk berhubungan satu sama lain. Hal ini baik bagi dua individu yang memang dalam pekerjaan tidak perlu saling berhubungan akan tetapi hal ini akan berdampak buruk bagi dua individu yang memiliki peran saling bergantung yang menuntut koodinasi.
2. Penghalusan, yaitu usaha untuk mengesampingkan perbedaan dan berusaha mengadakan penghalusan atas konflik. Dalam hal ini salah satu pihak mengembangkan hubungan dengan pihak lawannya dengan menghindarkan masalah yang menjadi sumber pertentangan. Sejumlah taktik perdamaian yang utama meliputi:
a. Menyatakan keinginan untuk bekerjasama dan berhubungan secara harmonis dengan pihak terlibat.
b. Menawarkan bantuan dan pernyataan penghargaan atas prestasi yang dicapai pihak lawannya.
c. Menghindari membuat tuduhan, ancaman, atau ucapan-ucapan yang menyakitkan kepada pihak lawan dalam konflik.
d. Penguatan pada tindakan perdamaian serta saling memberikan hadiah diantara yang terlibat konflik.
e. Mengutamakan pada persamaan karakteristik dan kepentingan bersama dari dua pihak yang bertentangan.
f. Memberikan tawaran bantuan khusus pada pihak lawan.
g. Sepakat untuk tidak mencari perbedaan nilai atau kepercayaan diantara pihak-pihak yang terlibat.
Penghalusan perbedaan merupakan pendekatan yang efektif untuk menghindarkan kondisi yang mengarah pada permusuhan terbuka dan kehancuran hubungan kerja sepanjang sumber konflik tidak berkaitan secara langsung dengan pelaksanaan tugas kerja. Contohnya dua orang yang memiliki perbedaan prinsip, maka mereka sepakat untuk tidak membicarakan hal itu. Seperti halnya penarikan diri, penghalusan tidak akan efektif jika digunakan terus menerus untuk menghindarkan perselisihan konfrontasi yang mencakup masalah koordinasi dan pelaksanaan kerjasama.
B. Bentuk konfrontasi yang memiliki konsekuensi yang berbeda untuk penyelesaian konflik
1. Bujukan (membujuk pihak lain untuk mengubah posisinya) dengan cara:
a. Memberikan bukti nyata yang mendukung posisinya.
b. Melemahkan informasi yang mendukung posisi lawannya serta menunjukkan kesalahan berpikirnya.
c. Menjelaskan pengorbanan serta kerugian yang dimungkinkan dari usulan pihak oposan yang belum disadarinya.
d. Memberikan penjelasan bagaimana usulan anda akan memiliki keunggulan dari usulan pihak lain.
e. Menunjukkan bahwa usulan anda selaras dengan kebijaksanaan terdahulu, norma yang lazim berlaku atau standar keadilan dan kesamaan yang dapat diterima.
Keberhasilan persuasi ditentukan oleh keterpercayaan orang yang memberikan ajakan secara persuasive dan kemauan pihak lain untuk mempertimbangkan informasi factual yang relevan dengan tema perselisihannya.
2. Paksaan, merupakan cara yang dilakukan oleh satu pihak untuk memberikan tekanan pada pihak lain agar pihak lain tersebut mengalah. Teknik paksaan bisanya digunakan oleh pihak yang mempunyai kekuasaan formal atas pihak yang lain, misalnya pemimpin memaksa bawahannya untuk mengakhiri perselisihan.
Tipe taktik penekan yang utama adalah meliputi:
a. Ancaman yaitu peringatan secara terang-terangan atau terselubung atas suatu tindakan yang merugikan pihak lain yang akan dilakukan jika benar-benar tidak memenuhi tuntutan-tuntutan tertentu.
b. Konsekuensi hukuman adalah suatu metode untuk menunjukkan pada pihak lain bahwa tindakan-tindakan agresif dapat dilakukan untuk menghukum bila memang diperlukan.
c. Keterikatan posisi adalah pernyataan dari satu pihak bahwa dirinya tidak dapat memberikan kesepakatan lagi dan pihak lain harus menghadapi konsekuensi-konsekuensi jalan buntu.
3. Tawar menawar yaitu proses pertukaran persetujuan hingga suatu kompromi dicapai. Tujuan masing-masing pihak dalam tawar menawar adalah biasanya untuk mencapai keuntungan semaksimal mungkin dalam suatu kondisi, tanpa berkepentingan pada keuntungan yang diterima oleh pihak lain.taktik-taktik yang berorientasi pada penawaran atau pertukaran yaitu:
a. Membuat suatu persetujuan kecil sepihak dan menyatakan bahwa tidak akan membuat persetujuan lagi bila pihak lain tidak memberikan persetujuan.
b. Menyarankan suatu pertukaran persetujuan khusus yang mudah di terima.
c. Secara informal memberikan isyarat suatu keinginan untuk membuat konsekuensi atau persetujuan lebih lanjut jika pihak lawan membuat suatu persetujuan sekarang.
d. Mengajukan usul bahwa seorang pengantara diperlukan untuk membantu menemukan kompromi yang dapat diterima.
4. Pemecahan masalah bersama adalah suatu usaha untuk mendapatkan penyelesaian secara mufakat atau memadukan kebutuhan-kebutuhan kedua pihak. Konflik didefinisikan sebagai masalah bersama dan masing-masing mencari pihak bekerjasama dalam mencari penyelesaian yang dapat memuaskan bagi keduanya. Sejumlah taktik dalam pemecahan masalh diantaranya:
a. Pendefinisian masalah sebaiknya merupakan suatu usaha bersama sehingga pendefinisiannya didasarkan atas penemuan fakta bersama daripada atas persepsi yang membias dari masing-masing pihak.
b. Permasalahannya seharusnya dinyatakan dalam kalimat-kalimat jelas dan spesifik dan pokok-pokok persetujuan awal mengenai tujuan-tujuan dan keyakinan-keyakinan kedua belah pihak perlu diidentifisir sepanjang masih terdapat perbedaan.
c. Pihak yang terlibat sebaiknya bekerjasama dalam mengembangkan pemecahan alternative.
d. Bila ditemukan suatu pemecahan yang memaksimalkan keuntungan-keuntungan bersama namun lebih merupakan kesukaan pihak yang satu, maka sebaiknya dicarikan beberapa cara untuk memberikan keuntungan khusus bagi pihak lain untuk membuat pemecahannya lebih adil.
e. Segala kesepakatan atas pokok-pokok isu yang tersendiri sebaiknya dipertimbangkan secara coba-coba hingga setiap pokok isu terselesaikan karena beberapa isu mungkin saja berkaitan dan tidak dapat diselesaikan secara terpisah dalam cara optimal.
CAMPUR TANGAN PIHAK KETIGA
1. Arbitrasi yaitu pihak ketiga mendengarkan kedua belah pihak yang mengalami konflik dan betindak sebagai hakim dalam menentukan penyelesaian yang mengikat
2. Mediasi sama seperti arbitrasi tapi dalam mediasi, mediator tidak mempunyai wewenang langsung atas pihak yang bertikai dan rekomendainya tidak mengikat.
3. Konsultasi proses antar pihak suatu bentuk campur tangan pihak ketiga yang tujuannya untuk mengembangkan hubungan antara dua pihak dan mengembangkan kapasitas mereka untuk menyelesaikan konflik secara efektif di masa mendatang
MENGENDALIKAN KONFLIK DALAM ORGANISASI
Pendekatan Umum Terhadap Manajemen Konflik
1. Menetapkan peraturan-peraturan dan prosedur standar untuk mengatur perilaku agresif, menekankan perlakuan yang jujur terhadap pegawai serta meredakan permusuhan yang dapat diramalkan.
2. Mengubah peraturan arus kerja, disain kerja, batas bidang kerja, serta aspek lain dari hubungan kerja antar pribadi dan antar kelompok yang dengan cara ini dapat meningkatkan atau mengurangi konflik.
3. Mengubah system ganjaran untuk mendorong persaingan atau kerjasama.
4. Mendirikan posisi-posisi khusus yang bertanggungjawab untuk mediasi, arbitrasi atau juru damai pihak ketiga agar dapat mempermudah penyelesaian jenis-jenis konflik yang dapat diramalkan.
5. Memberikan kesempatan kepada pihak-pihak yang mempunyai orientasi tujuan yang berlainan terwakili dalam kelompok pembuat kebijaksanaan agar dapat mendorong konfrontasi yang konstruktif serta menurunkan kebutuhan masing-masing pihak mempercayakan pada taktik paksaan dan merusak.
6. Melatih pejabat kunci mengenai penggunaan yang tepat tentang taktik untuk mengatasi konflik.
Selasa, 24 November 2009
Teori Kepemimpinan (Leadership)
A. Pengertian dan Unsur - Unsurnya
Kepemimpinan adalah suatu kegiatan mempengaruhi orang lain agar orang tersebut mau bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kepemimpinan juga sering dikenal sebagai kemampuan untuk memperoleh konsensus anggota organisasi untuk melakukan tugas manajemen agar tujuan organisasi tercapai.
a. Menurut George Terry, Kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi orang lain agar mau bekerja dengan suka rela untuk mencapai tujuan kelompok.
b. Menurut Cyriel O'Donnell, kepemimpinan adalah mempengaruhi orang lain agar ikut serta dalam mencapai tujuan umum.
Dari dua pengertian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan terdiri atas :
1. Mempengaruhi orang lain agar mau melakukan sesuatu.
2. Memperoleh konsensus atau suatu pekerjaan.
3. Untuk mencapai tujuan manajer.
4. Untuk memperoleh manfaat bersama.
Sehingga jika dilihat pada konteks kepemimpinan hal yang saling terkait adalah adanya unsur kader penggerak, adanya peserta yang digerakkan, adanya komunikasi, adanya tujuan organisasi dan adanya manfaat yang tidak hanya dinikmati oleh sebagian anggota.
B. Fungsi dan Tugas
Seorang pemimpin secara umum berfungsi sebagai berikut :
1. Mengambil keputusan
2. Mengembangkan informasi
3. Memelihara dan mengembangkan loyalitas anggota
4. Memberi dorongan dan semangat pada anggota
5. Bertanggungjawab atas semua aktivitas kegiatan
6. Melakukan pengawasan atas pelaksanaan kegiatan
7. Memberikan penghargaan pada anggota yang berprestasi
Sedangkan tugas kepemimpinan dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Yang berkaitan dengan kerja :
- Mengambil inisiatif
- Mengatur langkah dan arah
- Memberikan informasi
- Memberikan dukungan
- Memberi pemikiran
- Mengambil suatu kesimpulan
b. yang berkaitan dengan kekompakan anggota :
- Mendorong, bersahabat, bersikap menerima
- Mengungkapkan perasaan
- Bersikap mendamaikan
- Berkemampuan mengubah dan menyesuaikan pendapat
- Memperlancar pelaksanaan tugas
- Memberikan aturan main
C. Level dan Keterampilan Yang Perlu Dimiliki
Kepemimpinan dibagi menjadi sebagai berikut :
1. Level Top Leader/Top Management
Pimpinan puncak, misalnya, direktur utama. Melakukan tugas yang bersifat konseptual.
Misalnya, melakukan perencanaan yang akan dilakukan seluruh anggota.
2. Level Middle Leader/Middle Management
Golongan menengah, misalnya, staf produksi, manajer keuangan. Melakukan tugas konseptual sebagai penjabaran dari top management, juga melakukan pekerjaan tersebut. Penguasaan
teknis relatif penting.
3. Lower Leader/Lower Management
Golongan bawah, misalnya, supervisor, mandor dan pelaksana teknis. Harus menguasai teknis
walaupun secara konseptual tidak begitu penting.
D. Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan secara umum dapat dikategorikan sebagai berikut :
1. Orientasi pekerjaan (task oriented)
2. Orientasi kekompakan (human oriented)
Dari dua gaya kepemimpinan tersebut berkembang gaya kepemimpinan yang lain seperti :
- Gaya kekompakan tinggi, kerja rendah
- Gaya kerja tinggi, kekompakan rendah
- Gaya kerja tinggi, kekompakan tinggi
- Gaya kerja rendah, kekompakan rendah
E. Persyaratan Ideal Bagi Pimpinan
Menurut George R. Terry, pemimpin harus memiliki ciri sebagai berikut :
1. Mental dan fisik yang energik
2. Emosi yang stabil
3. 3.Pengetahuan human relation yang baik
4. Motivasi personal yang baik
5. Cakap berkomunikasi
6. Cakap untuk mengajar, mendidik dan mengembangkan bawahan
7. Ahli dalam bidang sosial
8. Berpengetahuan luas dalam hal teknikal dan manajerial
Menurut Horold Koontz dan Cyrel O'Donnel, ciri-ciri pemimpin yang baik adalah :
a. Tingkat kecerdasan yang tinggi
b. Perhatian terhadap keseluruhan kepentingan
c. Cakap berbicara
d. Matang dalam emosi dan pikiran
e. Motivasi yang kuat
f. Penghayatan terhadap kerja sama
Kepemimpinan adalah suatu kegiatan mempengaruhi orang lain agar orang tersebut mau bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kepemimpinan juga sering dikenal sebagai kemampuan untuk memperoleh konsensus anggota organisasi untuk melakukan tugas manajemen agar tujuan organisasi tercapai.
a. Menurut George Terry, Kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi orang lain agar mau bekerja dengan suka rela untuk mencapai tujuan kelompok.
b. Menurut Cyriel O'Donnell, kepemimpinan adalah mempengaruhi orang lain agar ikut serta dalam mencapai tujuan umum.
Dari dua pengertian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan terdiri atas :
1. Mempengaruhi orang lain agar mau melakukan sesuatu.
2. Memperoleh konsensus atau suatu pekerjaan.
3. Untuk mencapai tujuan manajer.
4. Untuk memperoleh manfaat bersama.
Sehingga jika dilihat pada konteks kepemimpinan hal yang saling terkait adalah adanya unsur kader penggerak, adanya peserta yang digerakkan, adanya komunikasi, adanya tujuan organisasi dan adanya manfaat yang tidak hanya dinikmati oleh sebagian anggota.
B. Fungsi dan Tugas
Seorang pemimpin secara umum berfungsi sebagai berikut :
1. Mengambil keputusan
2. Mengembangkan informasi
3. Memelihara dan mengembangkan loyalitas anggota
4. Memberi dorongan dan semangat pada anggota
5. Bertanggungjawab atas semua aktivitas kegiatan
6. Melakukan pengawasan atas pelaksanaan kegiatan
7. Memberikan penghargaan pada anggota yang berprestasi
Sedangkan tugas kepemimpinan dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Yang berkaitan dengan kerja :
- Mengambil inisiatif
- Mengatur langkah dan arah
- Memberikan informasi
- Memberikan dukungan
- Memberi pemikiran
- Mengambil suatu kesimpulan
b. yang berkaitan dengan kekompakan anggota :
- Mendorong, bersahabat, bersikap menerima
- Mengungkapkan perasaan
- Bersikap mendamaikan
- Berkemampuan mengubah dan menyesuaikan pendapat
- Memperlancar pelaksanaan tugas
- Memberikan aturan main
C. Level dan Keterampilan Yang Perlu Dimiliki
Kepemimpinan dibagi menjadi sebagai berikut :
1. Level Top Leader/Top Management
Pimpinan puncak, misalnya, direktur utama. Melakukan tugas yang bersifat konseptual.
Misalnya, melakukan perencanaan yang akan dilakukan seluruh anggota.
2. Level Middle Leader/Middle Management
Golongan menengah, misalnya, staf produksi, manajer keuangan. Melakukan tugas konseptual sebagai penjabaran dari top management, juga melakukan pekerjaan tersebut. Penguasaan
teknis relatif penting.
3. Lower Leader/Lower Management
Golongan bawah, misalnya, supervisor, mandor dan pelaksana teknis. Harus menguasai teknis
walaupun secara konseptual tidak begitu penting.
D. Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan secara umum dapat dikategorikan sebagai berikut :
1. Orientasi pekerjaan (task oriented)
2. Orientasi kekompakan (human oriented)
Dari dua gaya kepemimpinan tersebut berkembang gaya kepemimpinan yang lain seperti :
- Gaya kekompakan tinggi, kerja rendah
- Gaya kerja tinggi, kekompakan rendah
- Gaya kerja tinggi, kekompakan tinggi
- Gaya kerja rendah, kekompakan rendah
E. Persyaratan Ideal Bagi Pimpinan
Menurut George R. Terry, pemimpin harus memiliki ciri sebagai berikut :
1. Mental dan fisik yang energik
2. Emosi yang stabil
3. 3.Pengetahuan human relation yang baik
4. Motivasi personal yang baik
5. Cakap berkomunikasi
6. Cakap untuk mengajar, mendidik dan mengembangkan bawahan
7. Ahli dalam bidang sosial
8. Berpengetahuan luas dalam hal teknikal dan manajerial
Menurut Horold Koontz dan Cyrel O'Donnel, ciri-ciri pemimpin yang baik adalah :
a. Tingkat kecerdasan yang tinggi
b. Perhatian terhadap keseluruhan kepentingan
c. Cakap berbicara
d. Matang dalam emosi dan pikiran
e. Motivasi yang kuat
f. Penghayatan terhadap kerja sama
job enrichment
Program pemerkayaan pekerjaan (job enrichment) berusaha merancang pekerjaan dengan cara membantu para pemangku jabatan memuaskan kebutuhan mereka akan pertumbuhan, pengakuan, dan tanggung jawab. Pemerkayaan pekerjaan menambahkan sumber kepuasan kepada pekerjaan. Metode ini meningkatkan tanggung jawab, otonomi, dan kendali. Penambahan elemen tersebut kepada pekerjaan kadangkala disebut pemuatan kerja secara vertikal (vertical job loading). Pemerkayaan pekerjaan (job enrichment) itu sendiri merupakan salah satu dari teknik desain pekerjaan, Dalam Simamora, (2004:129).
Motivasi melalui job enlargement adalah memberikan tugas dan tanggung jawab lebih besar pada karyawan. Namun ini dalam bentuk kuantitas. Misalnya, seorang tenaga telemarketing, diminta untuk melakukan panggilan lebih banyak lagi.
Job Enrichment hampir sama dengan job enlargement. Hanya bedanya, jika job enlargement menambah dalam kuantitas, maka job enrichment menambah pekerjaan dalam hal kualitas, atau kompleksitasnya. Misalnya, seorang teknisi yang biasanya menangani mesin, kemudian ditugaskan untuk menangani mesin baru yang lebih kompleks.
Seperti layaknya solusi-solusi lain di dunia kerja, Job Enrichment tentu saja tidak dapat dianggap obat yang dapat menyembuhkan segala jenis penyakit. Secara khusus Landy (1989) menyebutkan bahwa Job Enrichment justru dapat merugikan para pekerja yang telah terstimulasi secara optimal dalam pekerjaannya. Pekerja yang telah optimal seperti ini akan mengalami overstimulasi jika pekerjaannya disertakan dalam program Job Enrichment (Landy, 1989). Karena Contoh Kasus kita di atas lebih banyak mencakup pekerja yang mendapatkan tugas yang mudah dan repetitif, Job Enrichment sangat cocok untuk diterapkan. Lebih baik lagi jika program ini digabungkan dengan Penetapan Target, sehingga target yang ditetapkan dapat dirancang sesuai dengan pekerjaan yang telah melalui program Job Enrichment.
Sejalan dengan lima karakteristik pekerjaan yang dibahas dalam teori Job Characteristic Model (Judge et al, 2001), program Job Enrichment dan Penetapan Target yang direkomendasikan adalah sebagai berikut:
• Mengelompokkan pekerja dalam tim yang baru: Saat ini pekerja dikelompokkan berdasarkan langkah tertentu dalam proses ban berjalan, misalnya kelompok pengisi kaleng, penyegel kaleng, pengisi dus, dsb. Tim yang direkomendasikan adalah tim yang terdiri dari orang-orang dengan keahlian yang berbeda. Masing-masing tim akan diberi tanggung jawab untuk memenuhi pesanan pelanggan tertentu. Dengan cara ini, task identity dan task significance akan meningkat bagi semua pekerja, karena mereka dapat melihat keseluruhan proses mulai dari awal hingga akhir, dan juga mereka dapat melihat bahwa apa yang mereka lakukan adalah penting bagi rekan-rekan sesama tim maupun pelanggan (Judge et al, 2001). Selain itu, autonomy juga dapat meningkat karena masing-masing tim dapat menentukan bagaimana cara yang terbaik bagi mereka untuk menyelesaikan pekerjaan mereka (Judge et al, 2001). Misalnya anggota tim dapat menentukan pembagian tugas di antara mereka. Salah satu konsekuensi dari program ini adalah adanya kemungkinan mesin-mesin dalam pabrik harus dipindahkan sesuai dengan pengelompokkan tim yang baru ini. Untuk itu, dibutuhkan analisis finansial untuk menentukan apakah perusahaan mampu membiayai hal ini.
• Meningkatkan keahlian pekerja: Sejalan dengan tim yang baru, masing-masing pekerja kini harus menguasai lebih dari satu keahlian dalam keseluruhan proses kerja di perusahaan. Karena itu, mereka harus belajar dari rekan sesama anggota tim (coaching), ataupun dari pelatihan yang diadakan oleh perusahaan. Manajemen perusahaan harus memformalkan proses belajar ini untuk memastikan bahwa semua pekerja memiliki waktu dan kesempatan untuk meningkatkan keahliannya (misalnya dengan menetapkan satu jam pertama dari setiap shift kerja sebagai waktu coaching). Sebagai konsekuensinya, hasil kerja kemungkinan akan menurun untuk beberapa saat karena para pekerja masih berusaha mempelajari keahlian yang baru. Namun hal ini tidak akan berlangsung lama karena keahlian-keahlian yang dibutuhkan dalam Contoh Kasus di atas bukanlah keahlian yang rumit.
• Tetapkan target: Target haruslah spesifik dan cukup sulit sehingga pekerja termotivasi untuk mencapainya (Locke & Latham, dalam Donovan, 2001). Jika memungkinkan, lebih baik seluruh anggota tim diikutsertakan dalam menetapkan target bagi tim tersebut. Menurut penelitian, Penetapan Target yang melibatkan partisipasi anggota tim akan menciptakan response generalisation (Ludwig & Geller, 1997). Maksudnya adalah bahwa motivasi untuk mencapai hasil kerja yang lebih tinggi tidak hanya terjadi pada tugas yang ditargetkan, tapi juga terjadi pada tugas lainnya (Ludwig & Geller, 1997).
• Berikan umpan balik: Para pekerja harus diberi informasi mengenai prestasi kerja mereka. Umpan balik ini bisa diberikan secara rutin, atau ketika ada kejadian khusus yang efeknya signifikan bagi perusahaan (Wright, 1991). Penetapan Target sangatlah berkaitan dengan pemberian Umpan Balik karena Target tanpa Umpan Balik tidaklah efektif (Ludwig & Geller, 1997), dan juga sangat sulit memberikan Umpan Balik jika sejak awal tidak ada Target yang dapat dijadikan kriteria evaluasi (Wright, 1991). Konsekuensi dari program ini adalah perusahaan harus menciptakan mekanisme untuk mencatat prestasi kerja, baik dari segi kuantitas (misalnya jumlah dus yang dikirim per hari atau waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu dus soda) maupun kualitas (misalnya tim mana yang banyak dipuji pelanggan karena tidak pernah melakukan kesalahan dalam memenuhi pesanan).
Implikasi Job Enrichment
Sukses tidaknya suatu organisasi sangat tergantung dari kualitas sumber daya manusia yang dimiliki karena sumber daya manusia yang berkualitas adalah sumber daya manusia yang mampu berprestasi maksimal. Kepuasan kerja mempunyai peranan penting terhadap prestasi kerja karyawan, ketika seorang karyawan merasakan kepuasan dalam bekerja maka seorang karyawan akan berupaya semaksimal mungkin dengan segenap kemampuan yang dimiliki untuk menyelesaikan tugasnya, yang akhirnya akan menghasilkan kinerja dan pencapaian yang baik bagi perusahaan.
Kepuasan kerja mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap produktivitas organisasi baik secara langsung maupun tidak langsung. Ketidakpuasan merupakan titik awal dari masalah-masalah yang muncul dalam organisasi seperti kemangkiran, konflik manager-pekerja dan perputaran karyawan. Dari sisi pekerja, ketidakpuasan dapat menyebabkan menurunnya motivasi, menurunnya moril kerja, dan menurunnya tampilan kerja baik.
Oleh sebab itu pemimpin suatu organisasi perusahaan dituntut untuk selalu mampu menciptakan kondisi yang mampu memuaskan karyawan dalam bekerja sehingga diperoleh karyawan yang tidak hanya mampu bekerja akan tetapi juga bersedia bekerja kearah pencapaian tujuan perusahaan. Mengingat perusahaan merupakan organisasi bisnis yang terdiri dari orang-orang, maka pimpinan seharusnya dapat menyelaraskan antara kebutuhan-kebutuhan individu dengan kebutuhan organisasi yang dilandasi oleh hubungan manusiawi (Robbins, 2001:18). Sejalan dengan itu diharapkan seorang pimpinan mampu memotivasi dan menciptakan kondisi sosial yang menguntungkan setiap karyawan sehingga tercapai kepuasan kerja karyawan yang berimplikasi pada meningkatnya produktivitas kerja karyawan.
PENDEKATAN PERLUASAN TUGAS (JOB ENRICHMENT APPROACHES)
Suatu tugas mengandung arti penting yang meliputi antara lain: pencapaian keberhasilan, lingkup wewenang dan tanggung jawab, yang merupakan faktor internal potensi kepuasan kerja. Sedangkan faktor eksternal antara lain seperti: supervise, upah, dan kondisi lingkungan pekerjaan, adalah yang merupakan potensi ketidakpuasan kerja.Kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja bukan merupakan dua hal yang berlawanan tetapi merupakan kondisi yang mempunyai ukuran tersendiri.Oleh karena itu, perbaikan pada faktor luar misalnya upah mungkin saja akan mengurangi ketidakpuasan kerja tetapi belum tentu meningkatkan kepuasan seorang pekerja. Kepuasan pekerja akan dapat diperoleh dengan memperbaiki faktor internal seperti peningkatan motivasi, yang dapat dilakukan dengan jalan pendekatan perluasan tugas atau pendekatan job enrichment.
Job enrichment adalah memperluas rancangan tugas untuk memberi arti lebih dan memberikan kepuasan kerja dengan cara melibatkan pekerja dengan pekerjaan perencanaan, penyelenggaraan organisasi dan pengawasan pekerjaan sehingga job enrichment bertujuan untuk menambah tanggung jawab dalam pengambilan keputusan, menambah hak otonomi dan wewenang merancang pekerjaan dan memperluas wawasan kerja.
Job enrichment dapat meningkatkan otonomi seseorang dalam mengatur pekerjaannya. Misalnya seorang petugas di dalam melakukan pekerjaannya sebelum diatur oleh suatu prosedur yang ketat, di mana dia tidak di berikan wewenang atau hak untuk memilih metode yang dia anggap paling efektif, untuk memilih bahan-bahan yang di butuhkan, atau untuk mengatur pekerjaannya. Perubahan ini akan memberikan tantangan yang lebih besar bagi dia dan diharapkan dapat meningkatkan kepuasan kerja dan produktifitasnya.
Dimensi Utama Kondisi Psikologis kritis Hasil Kerja Karyawan
Skill Varity Experience meaningfullnes/ Motivasi kerja tinggi
Task Identity Pemahaman Kinerja berkualitas.
Task Significance
Otonomi Tanggung Jawab/ Responsibility Rendahnya tingkat
Ketidakhadiran & pindah kerja
Feed back/ Pengetahuan Kepuasan terhadap kerja
Umpan balik Introspeksi kinerja tinggi
Menurut teori karakteristik pekerjaan ini, sebuah pekerjaan dapat melahirkan tiga kondisi psikologis yang kritis dalam diri seorang karyawan yakni:
Para pekerja menerima dan menyadari bahwa pekerjaan merupakan hal penting dan bernilai dari sebuah system. (Experienced meaningfullness)
Mengalami makna kerja, dan pengetahuan akan hasil kerja. (Knowledge of result)
Tanggung jawab pekerja akan memberikan hasil pekerjaan yang baik. (Responsibility)
Semakin baik pengalaman kondisi psikologi kritis seseorang tersebut maka karyawan semakin termotivasi untuk melaksanakan pekerjaan dengan lebih baik dan puas terhadap pekerjaannya.
Ketiga kondisi psikologis yang kritis tersebut di atas disebabkan karena lima dimensi tugas utama yang tercakup dalam arti penting sebuah pekerjaan. Menurut Munandar (2001:357) ada lima ciri-ciri intrinsik pekerjaan (dimensi utama) antara lain:
1. Keragaman ketrampilan (skill variety)
Banyaknya ketrampilan yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan. Makin banyak ragam ketrampilan yang digunakan, makin kurang membosankan pekerjaan.
Misalnya, seorang salesman diminta untuk memikirkan dan menggunakan cara menjual yang berbeda, display (etalase) yang berbeda, cara yang lebih baik untuk melakukan pencatatan penjualan.
2. Jati diri tugas (task identity)
Tingkat sejauh mana penyelesaian pekerjaan secara keseluruhan dapat dilihat hasilnya dan dapat dikenali sebagai hasil kinerja seseorang. Tugas yang dirasakan sebagai bagian dari pekerjaan yang lebih besar dan yang dirasakan tidak merupakan satu kelengkapan tersendiri menimbulkan rasa tidak puas. Misalnya, seorang salesman diminta untuk membuat catatan tentang penjualan dan konsumen, kemudian mempunyai dan mengatur display sendiri.
3. Tugas yang penting (task significance)
Tingkat sejauh mana pekerjaan mempunyai dampak yang berarti bagi kehidupan orang lain, baik orang tersebut merupakan rekan sekerja dalam suatu perusahaan yang sama maupun orang lain di lingkungan sekitar. Jika tugas dirasakan penting dan berarti oleh tenaga kerja, maka ia cenderung mempunyai kepuasan kerja. Misalnya, sebuah perusahaan alat-alat rumah tangga ingin mengeluarkan produk panci baru. Para karyawan diberikan tugas untuk mencari kriteria seperti apa panci yang sangat dibutuhkan oleh ibu-ibu masa kini. (tugas tersebut memberikan kepuasan tersendiri bagi karyawan karena hasil kerjanya nanti secara langsung akan memberi manfaat kepada pelanggan)
4. Otonomi
Tingkat kebebasan pemegang kerja, yang mempunyai pengertian ketidaktergantungan dan keleluasaan yang diperlukan untuk menjadwalkan pekerjaan dan memutuskan prosedur apa yang akan digunakan untuk menyelesaikannya. Pekerjaan yang memberi kebebasan, ketidaktergantungan dan peluang mengambil keputusan akan lebih cepat menimbulkan kepuasan kerja. Misalnya, seorang manager mempercayai salah satu karyawan untuk memperebutkan tender dari klien. Karyawan tersebut menggunakan ide dan caranya sendiri untuk menarik perhatian klien . Karyawan diberi kebebasan untuk mengatur sendiri waktu kerja dan waktu istirahat.
5. Umpan balik (feed back)
Memberikan informasi kepada para pekerja tentang hasil pekerjaan sehingga para pekerja dapat segera memperbaiki kualitas dan kinerja pekerjaan.Misalnya, dalam menjual produk salesman didorong untuk mencari sendiri informasi, baik dari atasan maupun dari bagian bagian lain, mengenai segala hal yang berkaitan dengan jabatannya serta meminta pendapat konsumen tentang barang barang yang dijual, pelayanan, dll.
Jadi kondisi psikologis kritis karyawan yang muncul karena adanya dimensi utama dalam tugas akan mempengaruhi hasil kerja karyawan yang telah termotivasi secara internal. Berhasil atau tidaknya hasil kerja dalam job enrichment tergantung oleh kekuatan kayawan untuk berkembang dan berpikir positif.
Implikasi Job Enrichment terhadap Produktifitas Pekerja
v Efisiensi ditentukan oleh beberapa aspek organisasi kerja dan rancangan pekerjaan (Spesialisasi, penyederhanaan, tata urutan, keseimbangan beban kerja dan mekanisasi)
Efisiensi akan berkurang pada saat pekerjaan menjadi lebih rumit, kurang terspesialisasi dan kurang mekanis.
Efisiensi akan meningkat pada saat ada sejumlah pengurangan spesialisasi.
v Efek job enrichment terhadap produktifitas di tentukan, apakah efisiensi meningkat atau berkurang, dan sejauh mana penurunan efisiensi dibarengi dengan kecepatan kerja para karyawan.
v Efektifitas Job Enrichment ditentukan oleh karakteristik para pekerja yang pekerjaannya dirancang kembali.
Pekerjaan yang diperkaya dapat memotivasi secara intrinsik pada pekerja yang memiliki kebutuhan yang kuat terhadap keberhasilan dan kemandirian.
Program Job Enrichment lebih berhasil jika dikenakan pada pekerja yang tidak takut terhadap tanggung jawab baru dan yang menganggap penting bekerja keras untuk mencapai keberhasilan pribadi dalam lingkungan kerjanya.
Motivasi melalui job enlargement adalah memberikan tugas dan tanggung jawab lebih besar pada karyawan. Namun ini dalam bentuk kuantitas. Misalnya, seorang tenaga telemarketing, diminta untuk melakukan panggilan lebih banyak lagi.
Job Enrichment hampir sama dengan job enlargement. Hanya bedanya, jika job enlargement menambah dalam kuantitas, maka job enrichment menambah pekerjaan dalam hal kualitas, atau kompleksitasnya. Misalnya, seorang teknisi yang biasanya menangani mesin, kemudian ditugaskan untuk menangani mesin baru yang lebih kompleks.
Seperti layaknya solusi-solusi lain di dunia kerja, Job Enrichment tentu saja tidak dapat dianggap obat yang dapat menyembuhkan segala jenis penyakit. Secara khusus Landy (1989) menyebutkan bahwa Job Enrichment justru dapat merugikan para pekerja yang telah terstimulasi secara optimal dalam pekerjaannya. Pekerja yang telah optimal seperti ini akan mengalami overstimulasi jika pekerjaannya disertakan dalam program Job Enrichment (Landy, 1989). Karena Contoh Kasus kita di atas lebih banyak mencakup pekerja yang mendapatkan tugas yang mudah dan repetitif, Job Enrichment sangat cocok untuk diterapkan. Lebih baik lagi jika program ini digabungkan dengan Penetapan Target, sehingga target yang ditetapkan dapat dirancang sesuai dengan pekerjaan yang telah melalui program Job Enrichment.
Sejalan dengan lima karakteristik pekerjaan yang dibahas dalam teori Job Characteristic Model (Judge et al, 2001), program Job Enrichment dan Penetapan Target yang direkomendasikan adalah sebagai berikut:
• Mengelompokkan pekerja dalam tim yang baru: Saat ini pekerja dikelompokkan berdasarkan langkah tertentu dalam proses ban berjalan, misalnya kelompok pengisi kaleng, penyegel kaleng, pengisi dus, dsb. Tim yang direkomendasikan adalah tim yang terdiri dari orang-orang dengan keahlian yang berbeda. Masing-masing tim akan diberi tanggung jawab untuk memenuhi pesanan pelanggan tertentu. Dengan cara ini, task identity dan task significance akan meningkat bagi semua pekerja, karena mereka dapat melihat keseluruhan proses mulai dari awal hingga akhir, dan juga mereka dapat melihat bahwa apa yang mereka lakukan adalah penting bagi rekan-rekan sesama tim maupun pelanggan (Judge et al, 2001). Selain itu, autonomy juga dapat meningkat karena masing-masing tim dapat menentukan bagaimana cara yang terbaik bagi mereka untuk menyelesaikan pekerjaan mereka (Judge et al, 2001). Misalnya anggota tim dapat menentukan pembagian tugas di antara mereka. Salah satu konsekuensi dari program ini adalah adanya kemungkinan mesin-mesin dalam pabrik harus dipindahkan sesuai dengan pengelompokkan tim yang baru ini. Untuk itu, dibutuhkan analisis finansial untuk menentukan apakah perusahaan mampu membiayai hal ini.
• Meningkatkan keahlian pekerja: Sejalan dengan tim yang baru, masing-masing pekerja kini harus menguasai lebih dari satu keahlian dalam keseluruhan proses kerja di perusahaan. Karena itu, mereka harus belajar dari rekan sesama anggota tim (coaching), ataupun dari pelatihan yang diadakan oleh perusahaan. Manajemen perusahaan harus memformalkan proses belajar ini untuk memastikan bahwa semua pekerja memiliki waktu dan kesempatan untuk meningkatkan keahliannya (misalnya dengan menetapkan satu jam pertama dari setiap shift kerja sebagai waktu coaching). Sebagai konsekuensinya, hasil kerja kemungkinan akan menurun untuk beberapa saat karena para pekerja masih berusaha mempelajari keahlian yang baru. Namun hal ini tidak akan berlangsung lama karena keahlian-keahlian yang dibutuhkan dalam Contoh Kasus di atas bukanlah keahlian yang rumit.
• Tetapkan target: Target haruslah spesifik dan cukup sulit sehingga pekerja termotivasi untuk mencapainya (Locke & Latham, dalam Donovan, 2001). Jika memungkinkan, lebih baik seluruh anggota tim diikutsertakan dalam menetapkan target bagi tim tersebut. Menurut penelitian, Penetapan Target yang melibatkan partisipasi anggota tim akan menciptakan response generalisation (Ludwig & Geller, 1997). Maksudnya adalah bahwa motivasi untuk mencapai hasil kerja yang lebih tinggi tidak hanya terjadi pada tugas yang ditargetkan, tapi juga terjadi pada tugas lainnya (Ludwig & Geller, 1997).
• Berikan umpan balik: Para pekerja harus diberi informasi mengenai prestasi kerja mereka. Umpan balik ini bisa diberikan secara rutin, atau ketika ada kejadian khusus yang efeknya signifikan bagi perusahaan (Wright, 1991). Penetapan Target sangatlah berkaitan dengan pemberian Umpan Balik karena Target tanpa Umpan Balik tidaklah efektif (Ludwig & Geller, 1997), dan juga sangat sulit memberikan Umpan Balik jika sejak awal tidak ada Target yang dapat dijadikan kriteria evaluasi (Wright, 1991). Konsekuensi dari program ini adalah perusahaan harus menciptakan mekanisme untuk mencatat prestasi kerja, baik dari segi kuantitas (misalnya jumlah dus yang dikirim per hari atau waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu dus soda) maupun kualitas (misalnya tim mana yang banyak dipuji pelanggan karena tidak pernah melakukan kesalahan dalam memenuhi pesanan).
Implikasi Job Enrichment
Sukses tidaknya suatu organisasi sangat tergantung dari kualitas sumber daya manusia yang dimiliki karena sumber daya manusia yang berkualitas adalah sumber daya manusia yang mampu berprestasi maksimal. Kepuasan kerja mempunyai peranan penting terhadap prestasi kerja karyawan, ketika seorang karyawan merasakan kepuasan dalam bekerja maka seorang karyawan akan berupaya semaksimal mungkin dengan segenap kemampuan yang dimiliki untuk menyelesaikan tugasnya, yang akhirnya akan menghasilkan kinerja dan pencapaian yang baik bagi perusahaan.
Kepuasan kerja mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap produktivitas organisasi baik secara langsung maupun tidak langsung. Ketidakpuasan merupakan titik awal dari masalah-masalah yang muncul dalam organisasi seperti kemangkiran, konflik manager-pekerja dan perputaran karyawan. Dari sisi pekerja, ketidakpuasan dapat menyebabkan menurunnya motivasi, menurunnya moril kerja, dan menurunnya tampilan kerja baik.
Oleh sebab itu pemimpin suatu organisasi perusahaan dituntut untuk selalu mampu menciptakan kondisi yang mampu memuaskan karyawan dalam bekerja sehingga diperoleh karyawan yang tidak hanya mampu bekerja akan tetapi juga bersedia bekerja kearah pencapaian tujuan perusahaan. Mengingat perusahaan merupakan organisasi bisnis yang terdiri dari orang-orang, maka pimpinan seharusnya dapat menyelaraskan antara kebutuhan-kebutuhan individu dengan kebutuhan organisasi yang dilandasi oleh hubungan manusiawi (Robbins, 2001:18). Sejalan dengan itu diharapkan seorang pimpinan mampu memotivasi dan menciptakan kondisi sosial yang menguntungkan setiap karyawan sehingga tercapai kepuasan kerja karyawan yang berimplikasi pada meningkatnya produktivitas kerja karyawan.
PENDEKATAN PERLUASAN TUGAS (JOB ENRICHMENT APPROACHES)
Suatu tugas mengandung arti penting yang meliputi antara lain: pencapaian keberhasilan, lingkup wewenang dan tanggung jawab, yang merupakan faktor internal potensi kepuasan kerja. Sedangkan faktor eksternal antara lain seperti: supervise, upah, dan kondisi lingkungan pekerjaan, adalah yang merupakan potensi ketidakpuasan kerja.Kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja bukan merupakan dua hal yang berlawanan tetapi merupakan kondisi yang mempunyai ukuran tersendiri.Oleh karena itu, perbaikan pada faktor luar misalnya upah mungkin saja akan mengurangi ketidakpuasan kerja tetapi belum tentu meningkatkan kepuasan seorang pekerja. Kepuasan pekerja akan dapat diperoleh dengan memperbaiki faktor internal seperti peningkatan motivasi, yang dapat dilakukan dengan jalan pendekatan perluasan tugas atau pendekatan job enrichment.
Job enrichment adalah memperluas rancangan tugas untuk memberi arti lebih dan memberikan kepuasan kerja dengan cara melibatkan pekerja dengan pekerjaan perencanaan, penyelenggaraan organisasi dan pengawasan pekerjaan sehingga job enrichment bertujuan untuk menambah tanggung jawab dalam pengambilan keputusan, menambah hak otonomi dan wewenang merancang pekerjaan dan memperluas wawasan kerja.
Job enrichment dapat meningkatkan otonomi seseorang dalam mengatur pekerjaannya. Misalnya seorang petugas di dalam melakukan pekerjaannya sebelum diatur oleh suatu prosedur yang ketat, di mana dia tidak di berikan wewenang atau hak untuk memilih metode yang dia anggap paling efektif, untuk memilih bahan-bahan yang di butuhkan, atau untuk mengatur pekerjaannya. Perubahan ini akan memberikan tantangan yang lebih besar bagi dia dan diharapkan dapat meningkatkan kepuasan kerja dan produktifitasnya.
Dimensi Utama Kondisi Psikologis kritis Hasil Kerja Karyawan
Skill Varity Experience meaningfullnes/ Motivasi kerja tinggi
Task Identity Pemahaman Kinerja berkualitas.
Task Significance
Otonomi Tanggung Jawab/ Responsibility Rendahnya tingkat
Ketidakhadiran & pindah kerja
Feed back/ Pengetahuan Kepuasan terhadap kerja
Umpan balik Introspeksi kinerja tinggi
Menurut teori karakteristik pekerjaan ini, sebuah pekerjaan dapat melahirkan tiga kondisi psikologis yang kritis dalam diri seorang karyawan yakni:
Para pekerja menerima dan menyadari bahwa pekerjaan merupakan hal penting dan bernilai dari sebuah system. (Experienced meaningfullness)
Mengalami makna kerja, dan pengetahuan akan hasil kerja. (Knowledge of result)
Tanggung jawab pekerja akan memberikan hasil pekerjaan yang baik. (Responsibility)
Semakin baik pengalaman kondisi psikologi kritis seseorang tersebut maka karyawan semakin termotivasi untuk melaksanakan pekerjaan dengan lebih baik dan puas terhadap pekerjaannya.
Ketiga kondisi psikologis yang kritis tersebut di atas disebabkan karena lima dimensi tugas utama yang tercakup dalam arti penting sebuah pekerjaan. Menurut Munandar (2001:357) ada lima ciri-ciri intrinsik pekerjaan (dimensi utama) antara lain:
1. Keragaman ketrampilan (skill variety)
Banyaknya ketrampilan yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan. Makin banyak ragam ketrampilan yang digunakan, makin kurang membosankan pekerjaan.
Misalnya, seorang salesman diminta untuk memikirkan dan menggunakan cara menjual yang berbeda, display (etalase) yang berbeda, cara yang lebih baik untuk melakukan pencatatan penjualan.
2. Jati diri tugas (task identity)
Tingkat sejauh mana penyelesaian pekerjaan secara keseluruhan dapat dilihat hasilnya dan dapat dikenali sebagai hasil kinerja seseorang. Tugas yang dirasakan sebagai bagian dari pekerjaan yang lebih besar dan yang dirasakan tidak merupakan satu kelengkapan tersendiri menimbulkan rasa tidak puas. Misalnya, seorang salesman diminta untuk membuat catatan tentang penjualan dan konsumen, kemudian mempunyai dan mengatur display sendiri.
3. Tugas yang penting (task significance)
Tingkat sejauh mana pekerjaan mempunyai dampak yang berarti bagi kehidupan orang lain, baik orang tersebut merupakan rekan sekerja dalam suatu perusahaan yang sama maupun orang lain di lingkungan sekitar. Jika tugas dirasakan penting dan berarti oleh tenaga kerja, maka ia cenderung mempunyai kepuasan kerja. Misalnya, sebuah perusahaan alat-alat rumah tangga ingin mengeluarkan produk panci baru. Para karyawan diberikan tugas untuk mencari kriteria seperti apa panci yang sangat dibutuhkan oleh ibu-ibu masa kini. (tugas tersebut memberikan kepuasan tersendiri bagi karyawan karena hasil kerjanya nanti secara langsung akan memberi manfaat kepada pelanggan)
4. Otonomi
Tingkat kebebasan pemegang kerja, yang mempunyai pengertian ketidaktergantungan dan keleluasaan yang diperlukan untuk menjadwalkan pekerjaan dan memutuskan prosedur apa yang akan digunakan untuk menyelesaikannya. Pekerjaan yang memberi kebebasan, ketidaktergantungan dan peluang mengambil keputusan akan lebih cepat menimbulkan kepuasan kerja. Misalnya, seorang manager mempercayai salah satu karyawan untuk memperebutkan tender dari klien. Karyawan tersebut menggunakan ide dan caranya sendiri untuk menarik perhatian klien . Karyawan diberi kebebasan untuk mengatur sendiri waktu kerja dan waktu istirahat.
5. Umpan balik (feed back)
Memberikan informasi kepada para pekerja tentang hasil pekerjaan sehingga para pekerja dapat segera memperbaiki kualitas dan kinerja pekerjaan.Misalnya, dalam menjual produk salesman didorong untuk mencari sendiri informasi, baik dari atasan maupun dari bagian bagian lain, mengenai segala hal yang berkaitan dengan jabatannya serta meminta pendapat konsumen tentang barang barang yang dijual, pelayanan, dll.
Jadi kondisi psikologis kritis karyawan yang muncul karena adanya dimensi utama dalam tugas akan mempengaruhi hasil kerja karyawan yang telah termotivasi secara internal. Berhasil atau tidaknya hasil kerja dalam job enrichment tergantung oleh kekuatan kayawan untuk berkembang dan berpikir positif.
Implikasi Job Enrichment terhadap Produktifitas Pekerja
v Efisiensi ditentukan oleh beberapa aspek organisasi kerja dan rancangan pekerjaan (Spesialisasi, penyederhanaan, tata urutan, keseimbangan beban kerja dan mekanisasi)
Efisiensi akan berkurang pada saat pekerjaan menjadi lebih rumit, kurang terspesialisasi dan kurang mekanis.
Efisiensi akan meningkat pada saat ada sejumlah pengurangan spesialisasi.
v Efek job enrichment terhadap produktifitas di tentukan, apakah efisiensi meningkat atau berkurang, dan sejauh mana penurunan efisiensi dibarengi dengan kecepatan kerja para karyawan.
v Efektifitas Job Enrichment ditentukan oleh karakteristik para pekerja yang pekerjaannya dirancang kembali.
Pekerjaan yang diperkaya dapat memotivasi secara intrinsik pada pekerja yang memiliki kebutuhan yang kuat terhadap keberhasilan dan kemandirian.
Program Job Enrichment lebih berhasil jika dikenakan pada pekerja yang tidak takut terhadap tanggung jawab baru dan yang menganggap penting bekerja keras untuk mencapai keberhasilan pribadi dalam lingkungan kerjanya.
Teori Hirarki Motivasi dari Abraham Maslow
Motivasi Belajar dan Teori Kebutuhan (Maslow)
Sementara para ahli teori perilaku (Bandura, 1986 ; Skinner, 1953 ) berbicara perihal motivasi belajar untuk mendapatkan penguatan (reinforcement) dan menghindari hukuman (punishment), para ahli teori motivasi yang lain seperti Maslow, 1954, lebih menyukai konsep motivasi belajar untuk memenuhi kebutuhan. Beberapa kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh kita semua adalah makanan, rasa aman, cinta, dan pemeliharaan harga diri positif. Manusia berbeda dalam tingkat pentingnya mereka menaruh perhatian terhadap tiap-tiap kebutuhan itu. Sebagian orang terus-menerus membutuhkan kepastian bahwa dirinya dicintai dan dihargai; sementara itu yang lain memiliki kebutuhan lebih besar untuk kenyamanan fisik dan rasa aman. Di samping itu, orang yang sama memiliki kebutuhan berbeda pada waktu yang berbeda; segelas air akan jauh lebih disukai saat ditawarkan setelah lari 5000 meter daripada saat ditawarkan setelah selesai makan makanan ringan.
Hierarki Kebutuhan Maslow
Karena manusia memiliki banyak kebutuhan, pada waktu tertentu kebutuhan manakah yang mereka coba untuk dipenuhi. Maslow mengemukakan hierarki atau tingkatan kebutuhan yang terdiri atas dua bagian utama yaitu: (1) kebutuhan dasar, berada pada hierarki paling bawah, berturut-turut terdiri dari (a) kebutuhan fisiologis; (b) kebutuhan akan rasa aman; ( lebih banyak dapat menjadi besar.c) kebutuhan untuk dicintai; (d) kebutuhan untuk dihargai ; dan (2) kebutuhan tumbuh, yang berada di atas kebutuhan dasar, berturut-turut dari bawah terdiri dari: (a) kebutuhan untuk mengetahui dan memahami; (b) kebutuhan keindahan; (c) kebutuhan aktualisasi diri.
Menurut teori kebutuhan Maslow, kebutuhan yang berada pada hierarki lebih paling bawah tidak harus dipenuhi sebagian sebelum seseorang akan mencoba untuk memiliki kebutuhan yang lebih tinggi tingkatannya. Sebagai misal seorang yang lapar atau seorang yang secara fisik dalam bahaya tidak begitu menghiraukan ntuk mempertahankan konsep diri positip (gambaran terhadap diri sendiri sebagai orang baik) dibandingkan untuk mendapatkan makanan atau keamanan; namun begitu, orang yang tidak lagi lapar atau tidak lagi dicekam rasa takut, kebutuhan akan harga diri menjadi penting.
Satu konsep penting yang diperkenalkan Maslow adalah perbedaan antara kebutuhan dasar dan kebutuhan tumbuh. Kebutuhan dasar (fisiologis, rasa aman, cinta, dan penghargaan) adalah kebutuhan yang penting untuk kebutuhan fisik dan psikologis; kebutuhan ini harus dipenuhi. Sekali kebutuhan ini dipenuhi, motivasi seseorang untuk memenuhi kebutuhan ini surut. Sebaliknya kebutuhan tumbuh, sebagai misal kebutuhan untuk mengetahui dan memahami sesuatu, menghargai keindahan, atau menumbuhkan dan mengembangkan apresiasi (penghargaan) dari orang lain, tidak pernah dapat dipenuhi seluruhnya. Dalam kenyataannya, semakin orang dapat memenuhi kebutuhan mereka untuk mengetahui dan memahami dunia di sekeliling mereka, motivasi belajar mereka dapat menjadi semakin besar dan kuat.
Kata kunci: teori kebutuhan, maslow, teori perilaku, bandura, skinner, kebutuhan, motivasi belajar, kebutuhan dasar, kebutuhan tumbuh, penguatan (reinforcement), hukuman (punisment)
Sementara para ahli teori perilaku (Bandura, 1986 ; Skinner, 1953 ) berbicara perihal motivasi belajar untuk mendapatkan penguatan (reinforcement) dan menghindari hukuman (punishment), para ahli teori motivasi yang lain seperti Maslow, 1954, lebih menyukai konsep motivasi belajar untuk memenuhi kebutuhan. Beberapa kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh kita semua adalah makanan, rasa aman, cinta, dan pemeliharaan harga diri positif. Manusia berbeda dalam tingkat pentingnya mereka menaruh perhatian terhadap tiap-tiap kebutuhan itu. Sebagian orang terus-menerus membutuhkan kepastian bahwa dirinya dicintai dan dihargai; sementara itu yang lain memiliki kebutuhan lebih besar untuk kenyamanan fisik dan rasa aman. Di samping itu, orang yang sama memiliki kebutuhan berbeda pada waktu yang berbeda; segelas air akan jauh lebih disukai saat ditawarkan setelah lari 5000 meter daripada saat ditawarkan setelah selesai makan makanan ringan.
Hierarki Kebutuhan Maslow
Karena manusia memiliki banyak kebutuhan, pada waktu tertentu kebutuhan manakah yang mereka coba untuk dipenuhi. Maslow mengemukakan hierarki atau tingkatan kebutuhan yang terdiri atas dua bagian utama yaitu: (1) kebutuhan dasar, berada pada hierarki paling bawah, berturut-turut terdiri dari (a) kebutuhan fisiologis; (b) kebutuhan akan rasa aman; ( lebih banyak dapat menjadi besar.c) kebutuhan untuk dicintai; (d) kebutuhan untuk dihargai ; dan (2) kebutuhan tumbuh, yang berada di atas kebutuhan dasar, berturut-turut dari bawah terdiri dari: (a) kebutuhan untuk mengetahui dan memahami; (b) kebutuhan keindahan; (c) kebutuhan aktualisasi diri.
Menurut teori kebutuhan Maslow, kebutuhan yang berada pada hierarki lebih paling bawah tidak harus dipenuhi sebagian sebelum seseorang akan mencoba untuk memiliki kebutuhan yang lebih tinggi tingkatannya. Sebagai misal seorang yang lapar atau seorang yang secara fisik dalam bahaya tidak begitu menghiraukan ntuk mempertahankan konsep diri positip (gambaran terhadap diri sendiri sebagai orang baik) dibandingkan untuk mendapatkan makanan atau keamanan; namun begitu, orang yang tidak lagi lapar atau tidak lagi dicekam rasa takut, kebutuhan akan harga diri menjadi penting.
Satu konsep penting yang diperkenalkan Maslow adalah perbedaan antara kebutuhan dasar dan kebutuhan tumbuh. Kebutuhan dasar (fisiologis, rasa aman, cinta, dan penghargaan) adalah kebutuhan yang penting untuk kebutuhan fisik dan psikologis; kebutuhan ini harus dipenuhi. Sekali kebutuhan ini dipenuhi, motivasi seseorang untuk memenuhi kebutuhan ini surut. Sebaliknya kebutuhan tumbuh, sebagai misal kebutuhan untuk mengetahui dan memahami sesuatu, menghargai keindahan, atau menumbuhkan dan mengembangkan apresiasi (penghargaan) dari orang lain, tidak pernah dapat dipenuhi seluruhnya. Dalam kenyataannya, semakin orang dapat memenuhi kebutuhan mereka untuk mengetahui dan memahami dunia di sekeliling mereka, motivasi belajar mereka dapat menjadi semakin besar dan kuat.
Kata kunci: teori kebutuhan, maslow, teori perilaku, bandura, skinner, kebutuhan, motivasi belajar, kebutuhan dasar, kebutuhan tumbuh, penguatan (reinforcement), hukuman (punisment)
Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seseorang
Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seseorang
Faktor Genetik atau Faktor Endogen
Faktor genetik atau keturunan merupakan konsepsi dasar atau modal untuk kelanjutan perkembangan perilaku makhluk hidup itu. Faktor genetik berasal dari dalam diri individu (endogen), antara lain:
a. Jenis Ras
Setiap ras di dunia memiliki perilaku yang spesifik saling berbeda satu dengan yang lainnya.
Tiga kelompok ras terbesar, yaitu:
(1). Ras kulit putih atau ras Kaukasia.
Ciri-ciri fisik : Warna kulit putih, bermata biru, berambut pirang.
Perilaku yang dominan : Terbuka, senang akan kemajuan, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
(2).Ras kulit hitam atau ras Negroid.
Ciri-ciri fisik : Berkulit hitam, berambut keriting, dan bermata hitam.
Perilaku yang dominan : Keramah tamahan, suka gotong royong, tertutup, dan senang dengan upacara ritual.
b. Jenis Kelamin
Perbedaan perilaku pria dan wanita dapat dilihat dari cara berpakaian dan melakukan pekerjaan sehari-hari, pria berperilaku atas dasar pertimbangan rasional atau akal, sedangkan wanita atas dasar pertimbangan emosional atau perasaan. Perilaku pada pria di sebut maskulin sedangkan perilaku wanita di sebut feminim.
c. Sifat Fisik
Kalau kita amati perilaku individu berbeda-beda karena sifat fisiknya, misalnya perilaku individu yang pendek dan gemuk berbeda dengan individu yang memiliki fisik tinggi kurus.
d. Sifat Kepribadian
Salah satu pengertian kepribadian yang dikemukakan oleh Maramis (1999) adalah : “keseluruhan pola pikiran, perasaan dan perilaku yang sering digunakan oleh seseorang dalam usaha adaptasi yang terus menerus terhadap hidupnya”
e. Bakat Pembawaan
Bakat menurut Notoatmodjo (1997) yang mengutip pendapat William B. Micheel (1960) adalah : “kemampuan individu untuk melakukan sesuatu yang sedikit sekali bergantung pada latihan mengenal hal tersebut”. Bakat merupakan interaksi dari faktor genetik dan lingkungan serta bergantung pada adanya kesempatan untuk pengembangan.
f. Intelegensi
Menurut Terman intelegensi adalah : “kemampuan untuk berfikir abstrak” (Sukardi, 1997). Sedangkan Ebbieghous mendefenisikan intelegensi adalah : “kemampuan untuk membuat kombinasi” (Notoatmodjo, 1997). Dari batasan terebut dapat dikatakan bahwa intelegensi sangat berpengaruh terhadap perilaku individu. Oleh karena itu, kita kenal ada individu yang intelegen, yaitu individu yang dalam mengambil keputusan dapat bertindak tepat, cepat dan mudah. Sebaliknya bagi individu yang memiliki intelegensi rendah dalam mengambil keputusan akan bertindak lambat.
Mempengaruhi Perilaku
A. Pengertian Perilaku
Perilaku dapat diartikan suatu respons organisme atau seseorang terhadap rangsangan dari luar subjek tersebut. Perilaku diartikan sebagai suatu aksi-reaksi organisme terhadap lingkungannya. Perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni yang disebut rangsangan. Berarti rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu. Perilaku manusia adalah aktivitas yang timbul karena adanya stimulus dan respons serta dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung.
B. Perbedaan-perbedaan Perilaku Individu
Mengapa manusia itu berbeda dalam bertindak diantaranya adalah:
1. Manusia berbeda karena berbeda kemampuannya.
Setiap manusia memiliki perbedaan dalam berperilaku karena proses penyerapan informasi yang berbeda dari setiap individu tersebut yang kemudian mempangaruhi perilaku seseorang dalam bertindak.
2. Manusia berbeda perilakunya karena adanya perbedaan kebutuhan.
Hal ini merupakan bagian dari teori motivasi yang ditemukan oleh para ilmuwan psikologi seperti, Maslow, Mcleland, McGregor, dll. Kebutuhan manusia menjadi motif secara intrinsik individu tersebut dalam berperilaku.
3. Manusia berbeda karena mempunyai lingkungan yang berbeda dalam mempengaruhinya.
Faktor lingkungan sangat berpengaruh pada manusia, suatu keputusan yang dibuat oleh individu dapat dipengaruhi dengan apa yang terjadi diluar dari dirinya dengan kata lain motivasi eksternal berperan disini. Lingkungan membentuk manusia menjadi lebih baik atau menjadi jahat, ramah, atau sombong.
4. Faktor Like or Dislike with Something
Percaya atau tidak faktor ini juga mempengaruhi seseorang dalam berperilaku, apabila seseorang tidak suka pada atasannya dalam memimpin, maka apapun yang dikatakan atasan hanya merupakan masukan tidak langsung dilakukan.
C. Variabel – Variabel yang Mempengaruhi Perilaku Individu
Kelompok variable individu terdiri dari variable kemampuan dan keterampilan, latar belakang pribadi dan demografis.
Menurut Gibson ( 1987 ) : Variabel kemampuan dan ketrampilan merupakan factor utama yang mempegaruhi perilaku kerja dan kinerja individu . Sedangkan variabel demografis mempunyai pegaruh yang tidak langsung .
Kelompok variabel psikologis terdiri dari variabel persepsi , sikap, kepribadian , belajar , dan motivasi.
Variabel ini menurut Gibson ( 1987 ) : banyak di pengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya dan variabel demografis.
D. Teori – Teori yang Mempengaruhi Perilaku
1. Teori Kepemimpinan ( Leadership )
Kreiner menyatakan bahwa leadership adalah proses mempengaruhi orang lain yang mana seorang pemimpin mengajak anak buahnya secara sukarela berpartisipasi guna mencapai tujuan organisasi.Salah satu contoh teori kepemimpinan :
v Teori LPC dari Fielder
Fielder mengembangkan suatu ukuran orientasi pemimpin yang disebut rekan sekerja yang kurang disukai dan rekan kerja yang disukai ( LPC ).
• Pemimpin yang Memberi Nilai LPC Rendah
Ø Dianggap terutama berorientasi pada pekerjaan
• Pemimpin yang Memberi Nilai LPC Tinggi
Ø Dianggap terutama berorintasi terhadap hubungan.
Teori Kemungkinannya
o Pemimpin mempunyai hubungan yang baik dengan anggota – anggota kelompok, sebagaimana dapat diukur dari tingkat penerimaan mereka terhadap pemimpin itu.
o Kekuasaan serta kedudukan pemimpin itu sedemikian tingginya sehingga bermenangu untuk memberi imbalan ( Reward ) atau menghukum anggotanya.
o Tugasnya memiliki struktur yang baik sehingga ada tujuan yang jelas, beberapa cara untuk menyelesaikan tugas dan kritera yang jelas mengenai keberhasilan.
2. Teori Behaviorisme
Dalam teori behaviorisme, ingin menganalisa hanya perilaku yang nampak saja, yang dapat diukur, dilukiskan, dan diramalkan. Teori kaum behavoris lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar. Belajar artinya perbahan perilaku organise sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme tidak mau memperoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional atau emosional; behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya dikendalian oleh faktor-faktor lingkungan. Dalam arti teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberirespon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Dari hal ini, timbulah konsep ”manusia mesin” (Homo Mechanicus). Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar,mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioural dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkahl laku adalah hasil belajar.
Prinsip-prinsip teori behaviorisme- Obyek psikologi adalah tingkah laku- semua bentuk tingkah laku di kembalikan pada reflek- mementingkan pembentukan kebiasaan
Pavlov mengadakan percobaan laboratories terhadap anjing. Dalam percobaan ini anjing di beri stimulus bersarat sehingga terjadi reaksi bersarat pada anjing. Contoh situasi percobaan tersebut pada manusia adalah bunyi bel di kelas untuk penanda waktu tanpa disadari menyebabkan proses penandaan sesuatu terhadap bunyi-bunyian yang berbeda dari pedagang makan, bel masuk, dan antri di bank. Dari contoh tersebut diterapkan strategi Pavlo ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan. Sementara individu tidak sadar dikendalikan oleh stimulus dari luar. Belajar menurut teori ini adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat yang menimbulkan reaksi.Yang terpenting dalam belajar menurut teori ini adalah adanya latihan dan pengulangan. Kelemahan teori ini adalah belajar hanyalah terjadi secara otomatis keaktifan dan penentuan pribadi dihiraukan.Skinner (1904-1990) Skinner menganggap reward dan rierforcement merupakan factor penting dalan belajar. Skinner berpendapat bahwa tujuan psikologi adalah meramal mengontrol tingkah laku. Pda teori ini guru memberi penghargaan hadiah atau nilai tinggi sehingga anak akan lebih rajin. Teori ini juga disebut dengan operant conditioning. . Operans conditioning adalah suatu proses penguatan perilaku operans yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat diulang kembali atau menghilang sesuai keinginan.Behaviorsime memang agak sukar menjelaskan motivasi. Motivasi terjadi dalam diri individu, sedang kaum behavioris hanya melihat pada peristiwa-peristiwa eksternal. Perasaan dan pikiran orang tidak menarik mereka. Behaviorisme muncul sebagai reaksi pada psikologi ”mentalistik”.
E. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Manusia
v Faktor Personal :
1. Faktor Biologis
Faktor biologis terlibat dalam seluruh kegiatan manusia, bahkan berpadu dengan faktor-faktor sosiopsikologis. Menurut Wilson, perilaku sosial dibimbing oleh aturan-aturan yang sudah diprogram secara genetis dalam jiwa manusia.
2. Faktor Sosiopsikologis
Kita dapat mengkalsifikasikannya ke dalam tiga komponen.
• Komponen Afektif
merupakan aspek emosional dari faktor sosiopsikologis, didahulukan karena erat kaitannya dengan pembicaraan sebelumnya.
• Komponen Kognitif
Aspek intelektual yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia.
• Komponen Konatif
Aspek volisional, yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak.
v Faktor Situsional
Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku manusia adalah faktor situasional. Menurut pendekatan ini, perilaku manusia dipengaruhi oleh lingkungan/situasi. Faktor-faktor situasional ini berupa:
• faktor ekologis, misal kondisi alam atau iklim
• faktor rancangan dan arsitektural, misal penataan ruang
• faktor temporal, misal keadaan emosi
• suasana perilaku, misal cara berpakaian dan cara berbicara
• teknologi
• faktor sosial, mencakup sistem peran, struktur sosial dan karakteristik sosial individu
• lingkungan psikososial yaitu persepsi seseorang terhadap lingkungannya
• stimuli yang mendorong dan memperteguh perilaku
Faktor Genetik atau Faktor Endogen
Faktor genetik atau keturunan merupakan konsepsi dasar atau modal untuk kelanjutan perkembangan perilaku makhluk hidup itu. Faktor genetik berasal dari dalam diri individu (endogen), antara lain:
a. Jenis Ras
Setiap ras di dunia memiliki perilaku yang spesifik saling berbeda satu dengan yang lainnya.
Tiga kelompok ras terbesar, yaitu:
(1). Ras kulit putih atau ras Kaukasia.
Ciri-ciri fisik : Warna kulit putih, bermata biru, berambut pirang.
Perilaku yang dominan : Terbuka, senang akan kemajuan, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
(2).Ras kulit hitam atau ras Negroid.
Ciri-ciri fisik : Berkulit hitam, berambut keriting, dan bermata hitam.
Perilaku yang dominan : Keramah tamahan, suka gotong royong, tertutup, dan senang dengan upacara ritual.
b. Jenis Kelamin
Perbedaan perilaku pria dan wanita dapat dilihat dari cara berpakaian dan melakukan pekerjaan sehari-hari, pria berperilaku atas dasar pertimbangan rasional atau akal, sedangkan wanita atas dasar pertimbangan emosional atau perasaan. Perilaku pada pria di sebut maskulin sedangkan perilaku wanita di sebut feminim.
c. Sifat Fisik
Kalau kita amati perilaku individu berbeda-beda karena sifat fisiknya, misalnya perilaku individu yang pendek dan gemuk berbeda dengan individu yang memiliki fisik tinggi kurus.
d. Sifat Kepribadian
Salah satu pengertian kepribadian yang dikemukakan oleh Maramis (1999) adalah : “keseluruhan pola pikiran, perasaan dan perilaku yang sering digunakan oleh seseorang dalam usaha adaptasi yang terus menerus terhadap hidupnya”
e. Bakat Pembawaan
Bakat menurut Notoatmodjo (1997) yang mengutip pendapat William B. Micheel (1960) adalah : “kemampuan individu untuk melakukan sesuatu yang sedikit sekali bergantung pada latihan mengenal hal tersebut”. Bakat merupakan interaksi dari faktor genetik dan lingkungan serta bergantung pada adanya kesempatan untuk pengembangan.
f. Intelegensi
Menurut Terman intelegensi adalah : “kemampuan untuk berfikir abstrak” (Sukardi, 1997). Sedangkan Ebbieghous mendefenisikan intelegensi adalah : “kemampuan untuk membuat kombinasi” (Notoatmodjo, 1997). Dari batasan terebut dapat dikatakan bahwa intelegensi sangat berpengaruh terhadap perilaku individu. Oleh karena itu, kita kenal ada individu yang intelegen, yaitu individu yang dalam mengambil keputusan dapat bertindak tepat, cepat dan mudah. Sebaliknya bagi individu yang memiliki intelegensi rendah dalam mengambil keputusan akan bertindak lambat.
Mempengaruhi Perilaku
A. Pengertian Perilaku
Perilaku dapat diartikan suatu respons organisme atau seseorang terhadap rangsangan dari luar subjek tersebut. Perilaku diartikan sebagai suatu aksi-reaksi organisme terhadap lingkungannya. Perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni yang disebut rangsangan. Berarti rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu. Perilaku manusia adalah aktivitas yang timbul karena adanya stimulus dan respons serta dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung.
B. Perbedaan-perbedaan Perilaku Individu
Mengapa manusia itu berbeda dalam bertindak diantaranya adalah:
1. Manusia berbeda karena berbeda kemampuannya.
Setiap manusia memiliki perbedaan dalam berperilaku karena proses penyerapan informasi yang berbeda dari setiap individu tersebut yang kemudian mempangaruhi perilaku seseorang dalam bertindak.
2. Manusia berbeda perilakunya karena adanya perbedaan kebutuhan.
Hal ini merupakan bagian dari teori motivasi yang ditemukan oleh para ilmuwan psikologi seperti, Maslow, Mcleland, McGregor, dll. Kebutuhan manusia menjadi motif secara intrinsik individu tersebut dalam berperilaku.
3. Manusia berbeda karena mempunyai lingkungan yang berbeda dalam mempengaruhinya.
Faktor lingkungan sangat berpengaruh pada manusia, suatu keputusan yang dibuat oleh individu dapat dipengaruhi dengan apa yang terjadi diluar dari dirinya dengan kata lain motivasi eksternal berperan disini. Lingkungan membentuk manusia menjadi lebih baik atau menjadi jahat, ramah, atau sombong.
4. Faktor Like or Dislike with Something
Percaya atau tidak faktor ini juga mempengaruhi seseorang dalam berperilaku, apabila seseorang tidak suka pada atasannya dalam memimpin, maka apapun yang dikatakan atasan hanya merupakan masukan tidak langsung dilakukan.
C. Variabel – Variabel yang Mempengaruhi Perilaku Individu
Kelompok variable individu terdiri dari variable kemampuan dan keterampilan, latar belakang pribadi dan demografis.
Menurut Gibson ( 1987 ) : Variabel kemampuan dan ketrampilan merupakan factor utama yang mempegaruhi perilaku kerja dan kinerja individu . Sedangkan variabel demografis mempunyai pegaruh yang tidak langsung .
Kelompok variabel psikologis terdiri dari variabel persepsi , sikap, kepribadian , belajar , dan motivasi.
Variabel ini menurut Gibson ( 1987 ) : banyak di pengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya dan variabel demografis.
D. Teori – Teori yang Mempengaruhi Perilaku
1. Teori Kepemimpinan ( Leadership )
Kreiner menyatakan bahwa leadership adalah proses mempengaruhi orang lain yang mana seorang pemimpin mengajak anak buahnya secara sukarela berpartisipasi guna mencapai tujuan organisasi.Salah satu contoh teori kepemimpinan :
v Teori LPC dari Fielder
Fielder mengembangkan suatu ukuran orientasi pemimpin yang disebut rekan sekerja yang kurang disukai dan rekan kerja yang disukai ( LPC ).
• Pemimpin yang Memberi Nilai LPC Rendah
Ø Dianggap terutama berorientasi pada pekerjaan
• Pemimpin yang Memberi Nilai LPC Tinggi
Ø Dianggap terutama berorintasi terhadap hubungan.
Teori Kemungkinannya
o Pemimpin mempunyai hubungan yang baik dengan anggota – anggota kelompok, sebagaimana dapat diukur dari tingkat penerimaan mereka terhadap pemimpin itu.
o Kekuasaan serta kedudukan pemimpin itu sedemikian tingginya sehingga bermenangu untuk memberi imbalan ( Reward ) atau menghukum anggotanya.
o Tugasnya memiliki struktur yang baik sehingga ada tujuan yang jelas, beberapa cara untuk menyelesaikan tugas dan kritera yang jelas mengenai keberhasilan.
2. Teori Behaviorisme
Dalam teori behaviorisme, ingin menganalisa hanya perilaku yang nampak saja, yang dapat diukur, dilukiskan, dan diramalkan. Teori kaum behavoris lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar. Belajar artinya perbahan perilaku organise sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme tidak mau memperoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional atau emosional; behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya dikendalian oleh faktor-faktor lingkungan. Dalam arti teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberirespon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Dari hal ini, timbulah konsep ”manusia mesin” (Homo Mechanicus). Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar,mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioural dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkahl laku adalah hasil belajar.
Prinsip-prinsip teori behaviorisme- Obyek psikologi adalah tingkah laku- semua bentuk tingkah laku di kembalikan pada reflek- mementingkan pembentukan kebiasaan
Pavlov mengadakan percobaan laboratories terhadap anjing. Dalam percobaan ini anjing di beri stimulus bersarat sehingga terjadi reaksi bersarat pada anjing. Contoh situasi percobaan tersebut pada manusia adalah bunyi bel di kelas untuk penanda waktu tanpa disadari menyebabkan proses penandaan sesuatu terhadap bunyi-bunyian yang berbeda dari pedagang makan, bel masuk, dan antri di bank. Dari contoh tersebut diterapkan strategi Pavlo ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan. Sementara individu tidak sadar dikendalikan oleh stimulus dari luar. Belajar menurut teori ini adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat yang menimbulkan reaksi.Yang terpenting dalam belajar menurut teori ini adalah adanya latihan dan pengulangan. Kelemahan teori ini adalah belajar hanyalah terjadi secara otomatis keaktifan dan penentuan pribadi dihiraukan.Skinner (1904-1990) Skinner menganggap reward dan rierforcement merupakan factor penting dalan belajar. Skinner berpendapat bahwa tujuan psikologi adalah meramal mengontrol tingkah laku. Pda teori ini guru memberi penghargaan hadiah atau nilai tinggi sehingga anak akan lebih rajin. Teori ini juga disebut dengan operant conditioning. . Operans conditioning adalah suatu proses penguatan perilaku operans yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat diulang kembali atau menghilang sesuai keinginan.Behaviorsime memang agak sukar menjelaskan motivasi. Motivasi terjadi dalam diri individu, sedang kaum behavioris hanya melihat pada peristiwa-peristiwa eksternal. Perasaan dan pikiran orang tidak menarik mereka. Behaviorisme muncul sebagai reaksi pada psikologi ”mentalistik”.
E. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Manusia
v Faktor Personal :
1. Faktor Biologis
Faktor biologis terlibat dalam seluruh kegiatan manusia, bahkan berpadu dengan faktor-faktor sosiopsikologis. Menurut Wilson, perilaku sosial dibimbing oleh aturan-aturan yang sudah diprogram secara genetis dalam jiwa manusia.
2. Faktor Sosiopsikologis
Kita dapat mengkalsifikasikannya ke dalam tiga komponen.
• Komponen Afektif
merupakan aspek emosional dari faktor sosiopsikologis, didahulukan karena erat kaitannya dengan pembicaraan sebelumnya.
• Komponen Kognitif
Aspek intelektual yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia.
• Komponen Konatif
Aspek volisional, yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak.
v Faktor Situsional
Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku manusia adalah faktor situasional. Menurut pendekatan ini, perilaku manusia dipengaruhi oleh lingkungan/situasi. Faktor-faktor situasional ini berupa:
• faktor ekologis, misal kondisi alam atau iklim
• faktor rancangan dan arsitektural, misal penataan ruang
• faktor temporal, misal keadaan emosi
• suasana perilaku, misal cara berpakaian dan cara berbicara
• teknologi
• faktor sosial, mencakup sistem peran, struktur sosial dan karakteristik sosial individu
• lingkungan psikososial yaitu persepsi seseorang terhadap lingkungannya
• stimuli yang mendorong dan memperteguh perilaku
Jumat, 20 November 2009
Puisi
KAU DAN KAMI
Apapun yang kau berikan
Sangatlah kami inginkan
Dan untuk mengertinya sangatlah sulit
Maka jangan pernah bosan memberikannya
Kau ada disaat kami merasa sulit
Walau sesulit apapun kau selalu menuntun kami
Kami yakin segala yang kau berikan sangat berarti
Untuk ku dan masa depan kami
Namun…. terkadang kau membuat kami tak mengerti
Mengapa salah satu dari kami saja
Yang kau anggap terbaik
Mungkin saja diantara yang terbaik ada yang lebih baik
Izinkanlah kami mewarnai hidupmu
Dan kan kami berikan segala kemampuan kami
Untuk membalas ketulusan dan pengorbananmu
Sehingga kau tak kecewa
Menerima kami sebagai tamu hidupmu
Indahnya Menjadi Seorang Ibu
Pada awalnya saya belum siap menghadapi kenyataan ini. Kenyataan bahwa sebentar lagi saya akan menjadi seorang ibu. Seorang ibu muda. Seorang ibu yang masih harus menyelesaikan tugasnya sebagai seorang mahasiswi. Yang harus siap membagi waktu antara mengurus buah hatinya dengan belajar saat ujian. Rasanya sangat sulit sekali.Diperlukan mental yang siap, fisik yang kuat, tenaga yang ekstra dan otak yang cerdas. Sempat terpikir oleh ku “apakah aku mampu menjadi seorang ibu disaat aku masih harus menyelesaikan tugas ku sebagai mahasiswi?”. “Apakah aku sanggup mendengar omongan orang tentang ku?” dan pikiran lainnya.
Aku bersyukur memiliki suami, keluarga dan teman-teman ku yang selalu mendukung dan memberi semangat disaat aku susah ataupun senang. Mereka selalu ada kapanpun. Mereka lah yang menguatkan aku. Mereka yang membuat aku yakin kalau aku pasti bisa menjalankan semua ini. Akhirnya aku jaga kandunganku sampai tiba waktunya.
Hari itu tiba, hari aku melahirkan. Rasa takut, cemas, sakit, dan rasa macam-macam timbul didiriku. Namun, dalam hati aku yakin aku bisa melahirkan anakku ke dunia dalam keadaan sehat dan selamat. Waktu melahirkan rasanya sakit sekali. Kita mempertaruhkan nyawa kita saat itu. Dan pada saat itulah aku merasakan semua dosa-dosa ku yang telah aku perbuat pada ibu ku. Aku baru tahu pengorbanan seorang ibu untuk anak nya sangatlah besar.
Namun, rasa sakit itu semua tidak berarti ketika buah hati kita telah lahir dengan sehat dan selamat. Itu adalah anugerah terindah yang pernah aku dapatkan. Rasa sakit dan lelah hilang semua saat melihat buah hati. Semenjak itu hari-hari ku ditemani oleh nya. Rasa lelahku di kampus atau masalh- masalah yang aku hadapi hilang semua saat aku melihat ketawanya, tingkah lakunya, dan tangisannya. Inilah indahnya menjadi seorang ibu…..
Etika Akuntan Publik Dalam menerima Parcel
Pendapat saya:
Sebenarnya pemberian parcel tidak ada masalah khususnya pada saat hari besar keagamaan atau suatu event-event tertentu. Hal itu dilakukan biasanya sebagai ucapan terima kasih atau rasa hormat kepada seseorang. Misalnya dari seorang atasan ke bawahan, antar partner bisnis atau antara klien dengan akuntan publik. Jika maksud dari pemberian parcel adalah sekedar ucapan terima kasih atas jasa audit, review, atau kompilasi tertentu atas laporan keuangan, atau suatu pengujian atasa proyeksi laporan keuangan klien yang telah dilakukan oleh akuntan publik, itu tidak menjadi masalah. Namun, apabila ada maksud lain seperti klien menginginkan agar laporan auditnya hanya menggambarkan keadaan perusahaan yang baik-baik saja sehingga anggapan masyarakat umum perusahaan tersebut dalam keadaan sangat sehat, itu tidak wajar dan sangat menjadi permasalahan. Karena klien sudah salah mengartikan maksud dari member parcel. Selain itu apabila terjadi hal tersebut, maka akan merusak citra akuntan public dimata masyarakat.
Jika kegiatan ini tidak dihentikan, maka akan berakibat pengikisan akan profesionalitas dan independensi dari seorang akuntan publik. Walaupun pemberian parcel dari klien tidak memiliki tujuan khusus, tetapi anggapan masyarakat akan tetap bernilai negatif.
Jadi, bwat semua akuntan pblik khususnya di Indonesia sebaiknya jangan menerima parcel dari klien nya.
8 KAP YANG DIBEKUKAN PEMERINTAH
Pendapat saya:
Citra KAP di Indonesia sebagai lembaga yang independent, bekerja secara professional, serta memberikan penilaian yang sebenarnya agar tidak memberikan citra yang buruk kepada perusahaan klien kini hilang sejak terdengar kabar tentang 8 KAP yang dibekukan pemerintah belum lama ini. Sebab dibekukannya 8 KAP tersebut bermacam-macam, ada yang dinyatakan belum memenuhi standar atas laporan keuangan konsolidasi, ada juga yang belum memenuhi Standar Auditing (SA), Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) atas laporan keuangan klien mereka. Sangat disayangkan sekali hal itu terjadi. Seharusnya mereka bekerja lebih professional dan berhati-hati lagi. Karena sekali mereka membuat kesalahan maka dampaknya akan sangat panjang.
Mungkin juga hal ini terjadi dikarenakan mental para akuntan publik yang tidak dapat bekerja secara professional dan sesuai dengan kode etik profesi AICPA yang menjadi standar umum perilaku yang ideal dan menjadi peraturan khusus tentang perilaku yang harus dilakukan. Para KAP tersebut belum memahami adanya tanggung jawab kepada masyarakat, klien, serta rekan prakisi. Dalam masalah ini, pemerintah juga ikut bertanggung jawab karena pemerintahlah yang mengeluarkan surat izin praktek KAP tersebut. KAP yang ingin mendapatkan izin praktek harus benar-benar memenuhi standar yang telah ditetapkan, tidak ada satupun prosedur yang terlewatkan. Jika semua prosedur telah dilakukan dengan sebaik-baiknya akan memperkecil kemungkinan suatu KAP membuat kesalahan.
Apapun yang kau berikan
Sangatlah kami inginkan
Dan untuk mengertinya sangatlah sulit
Maka jangan pernah bosan memberikannya
Kau ada disaat kami merasa sulit
Walau sesulit apapun kau selalu menuntun kami
Kami yakin segala yang kau berikan sangat berarti
Untuk ku dan masa depan kami
Namun…. terkadang kau membuat kami tak mengerti
Mengapa salah satu dari kami saja
Yang kau anggap terbaik
Mungkin saja diantara yang terbaik ada yang lebih baik
Izinkanlah kami mewarnai hidupmu
Dan kan kami berikan segala kemampuan kami
Untuk membalas ketulusan dan pengorbananmu
Sehingga kau tak kecewa
Menerima kami sebagai tamu hidupmu
Indahnya Menjadi Seorang Ibu
Pada awalnya saya belum siap menghadapi kenyataan ini. Kenyataan bahwa sebentar lagi saya akan menjadi seorang ibu. Seorang ibu muda. Seorang ibu yang masih harus menyelesaikan tugasnya sebagai seorang mahasiswi. Yang harus siap membagi waktu antara mengurus buah hatinya dengan belajar saat ujian. Rasanya sangat sulit sekali.Diperlukan mental yang siap, fisik yang kuat, tenaga yang ekstra dan otak yang cerdas. Sempat terpikir oleh ku “apakah aku mampu menjadi seorang ibu disaat aku masih harus menyelesaikan tugas ku sebagai mahasiswi?”. “Apakah aku sanggup mendengar omongan orang tentang ku?” dan pikiran lainnya.
Aku bersyukur memiliki suami, keluarga dan teman-teman ku yang selalu mendukung dan memberi semangat disaat aku susah ataupun senang. Mereka selalu ada kapanpun. Mereka lah yang menguatkan aku. Mereka yang membuat aku yakin kalau aku pasti bisa menjalankan semua ini. Akhirnya aku jaga kandunganku sampai tiba waktunya.
Hari itu tiba, hari aku melahirkan. Rasa takut, cemas, sakit, dan rasa macam-macam timbul didiriku. Namun, dalam hati aku yakin aku bisa melahirkan anakku ke dunia dalam keadaan sehat dan selamat. Waktu melahirkan rasanya sakit sekali. Kita mempertaruhkan nyawa kita saat itu. Dan pada saat itulah aku merasakan semua dosa-dosa ku yang telah aku perbuat pada ibu ku. Aku baru tahu pengorbanan seorang ibu untuk anak nya sangatlah besar.
Namun, rasa sakit itu semua tidak berarti ketika buah hati kita telah lahir dengan sehat dan selamat. Itu adalah anugerah terindah yang pernah aku dapatkan. Rasa sakit dan lelah hilang semua saat melihat buah hati. Semenjak itu hari-hari ku ditemani oleh nya. Rasa lelahku di kampus atau masalh- masalah yang aku hadapi hilang semua saat aku melihat ketawanya, tingkah lakunya, dan tangisannya. Inilah indahnya menjadi seorang ibu…..
Etika Akuntan Publik Dalam menerima Parcel
Pendapat saya:
Sebenarnya pemberian parcel tidak ada masalah khususnya pada saat hari besar keagamaan atau suatu event-event tertentu. Hal itu dilakukan biasanya sebagai ucapan terima kasih atau rasa hormat kepada seseorang. Misalnya dari seorang atasan ke bawahan, antar partner bisnis atau antara klien dengan akuntan publik. Jika maksud dari pemberian parcel adalah sekedar ucapan terima kasih atas jasa audit, review, atau kompilasi tertentu atas laporan keuangan, atau suatu pengujian atasa proyeksi laporan keuangan klien yang telah dilakukan oleh akuntan publik, itu tidak menjadi masalah. Namun, apabila ada maksud lain seperti klien menginginkan agar laporan auditnya hanya menggambarkan keadaan perusahaan yang baik-baik saja sehingga anggapan masyarakat umum perusahaan tersebut dalam keadaan sangat sehat, itu tidak wajar dan sangat menjadi permasalahan. Karena klien sudah salah mengartikan maksud dari member parcel. Selain itu apabila terjadi hal tersebut, maka akan merusak citra akuntan public dimata masyarakat.
Jika kegiatan ini tidak dihentikan, maka akan berakibat pengikisan akan profesionalitas dan independensi dari seorang akuntan publik. Walaupun pemberian parcel dari klien tidak memiliki tujuan khusus, tetapi anggapan masyarakat akan tetap bernilai negatif.
Jadi, bwat semua akuntan pblik khususnya di Indonesia sebaiknya jangan menerima parcel dari klien nya.
8 KAP YANG DIBEKUKAN PEMERINTAH
Pendapat saya:
Citra KAP di Indonesia sebagai lembaga yang independent, bekerja secara professional, serta memberikan penilaian yang sebenarnya agar tidak memberikan citra yang buruk kepada perusahaan klien kini hilang sejak terdengar kabar tentang 8 KAP yang dibekukan pemerintah belum lama ini. Sebab dibekukannya 8 KAP tersebut bermacam-macam, ada yang dinyatakan belum memenuhi standar atas laporan keuangan konsolidasi, ada juga yang belum memenuhi Standar Auditing (SA), Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) atas laporan keuangan klien mereka. Sangat disayangkan sekali hal itu terjadi. Seharusnya mereka bekerja lebih professional dan berhati-hati lagi. Karena sekali mereka membuat kesalahan maka dampaknya akan sangat panjang.
Mungkin juga hal ini terjadi dikarenakan mental para akuntan publik yang tidak dapat bekerja secara professional dan sesuai dengan kode etik profesi AICPA yang menjadi standar umum perilaku yang ideal dan menjadi peraturan khusus tentang perilaku yang harus dilakukan. Para KAP tersebut belum memahami adanya tanggung jawab kepada masyarakat, klien, serta rekan prakisi. Dalam masalah ini, pemerintah juga ikut bertanggung jawab karena pemerintahlah yang mengeluarkan surat izin praktek KAP tersebut. KAP yang ingin mendapatkan izin praktek harus benar-benar memenuhi standar yang telah ditetapkan, tidak ada satupun prosedur yang terlewatkan. Jika semua prosedur telah dilakukan dengan sebaik-baiknya akan memperkecil kemungkinan suatu KAP membuat kesalahan.
makalah manajemen kepemimpinan
Psikologi Manajemen
KEPEMIMPINAN
Disusun oleh :
1. Anis Wulandari 10507309
2. Cony Asriza Sarwoedy 10507041
3. Rini Suryaning Putri 10507206
4. Tutis Latike sari 10507245
Kelas : 3 PA 02
Fakultas Psikologi
UNIVERSITAS GUNADARMA
2009
Kepemimpinan
Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Kepemimpinan mempunyai kaitan yang erat dengan motivasi. Hal tersebut dapat dilihat dari keberhasilan seorang pemimpin dalam menggerakkan orang lain dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sangat tergantung kepada kewibawaan, dan juga pimpinan itu dalam menciptakan motivasi dalam diri setiap orang bawahan, kolega, maupun atasan pimpinan itu sendiri.
Transformational Leadership dari Vroom
Kepemimpinan transformasional memadukan teori-teori perilaku dengan sedikt sifat teori. Pemimpin transaksional, seperti yang diidentifikasi dalam teori kontingensi, membimbing pengikutnya ke arah tujuan didirikan dengan menjelaskan peran dan tugas persyaratan. However, transformational leaders, who are charismatic and visionary, can inspire followers to transcend their own self-interest for the good of the organization. Perilaku pemimpin digunakan untuk mempengaruhi pengikut mencakup visi, pembingkaian, dan kesan manajemen. Visi adalah kemampuan pemimpin untuk mengikat orang bersama-sama dengan sebuah ide. Framing adalah proses di mana para pemimpin mendefinisikan tujuan gerakan mereka dalam istilah yang sangat bermakna. Pengelolaan kesan adalah pemimpin usaha untuk mengontrol bentuk tayangan yang lain tentang pemimpin dengan mempraktekkan perilaku yang membuat pemimpin lebih menarik dan menarik bagi orang lain. Penelitian menunjukkan bahwa transformasi, dibandingkan dengan transaksi, kepemimpinan adalah lebih kuat berkorelasi dengan tingkat turnover yang lebih rendah, produktivitas yang lebih tinggi, dan lebih tinggi kepuasan karyawan.
Seorang pemimpin transformasional menanamkan kepercayaan, kekaguman dan komitmen dalam pengikutnya. Pemimpin karismatik dapat menciptakan ikatan khusus dengan pengikutnya, mengartikulasikan sebuah visi yang mengidentifikasi dan para pengikut yang mereka bersedia bekerja. Setiap pengikut yang dilatih, saran, dan didelegasikan beberapa wewenang. Pemimpin transformasional pengikut merangsang intelektual, membangkitkan mereka untuk mengembangkan cara-cara baru untuk berpikir tentang masalah. Pemimpin kontingen menggunakan imbalan untuk memperkuat kinerja positif yang konsisten dengan keinginan pemimpin. Manajemen adalah dengan pengecualian. Pemimpin mengambil inisiatif hanya ketika ada masalah dan tidak aktif terlibat ketika semuanya berjalan dengan baik. Para pemimpin transformasional orang untuk melakukan tindakan dan mengubah pengikut menjadi pemimpin.
Pemimpin transformasional relevan dengan tempat kerja sekarang karena mereka fleksibel dan inovatif. Sementara itu adalah penting untuk memiliki pemimpin dengan orientasi yang sesuai tugas mendefinisikan dan mengelola hubungan, itu bahkan lebih penting untuk memiliki pemimpin yang dapat membawa organisasi ke masa depan mereka belum bayangkan. Transformasi kepemimpinan adalah inti dari menciptakan dan mempertahankan keunggulan kompetitif.
Victor Vroom (1964) yang terkenal dengan teori model Vroom menguraikan tentang faktor kinerja dapat dilihat dari 3 (tiga) teori sebagai berikut yang terdiri dari :
1. Teori ekspektansi.
Menurut teori ekpektansi yang bisa mendorong kinerja seseorang yaitu : “Ekspektansi seseorang mewakili keyakinan seorang individu bahwa tingkat upaya tertentu akan diikuti oleh suatu tingkat kinerja tertentu”. Sehubungan dengan tingkat ekspektansi seseorang Craig C. Pinder (1948) dalam bukunya “Work Motivation” berpendapat bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat ekspektansi seseorang yaitu :
a. Harga diri
b. Keberhasilan waktu melaksanakan tugas
c. Bantuan yang dicapai dari seorang supervisor dan pihak bawahan.
d. Informasi yang diperlukan untuk melaksanakan suatu tugas
e. Bahan-bahan baik dan peralatan baik untuk bekerja.
2. Teori Instrumentalis.
Menurut teori instrumentalis yaitu keyakinan seseorang bahwa hasil tertentu tergantung pada pelaksanaan sebuah tingkat kinerja khusus. Kinerja bersifat instrumental apabila ia meyebabkan timbulnya sesuatu yang lain.
3. Teori valensi.
Teori valensi mengandung arti bahwa nilai positif dan negatif yang diberikan orang kepada hasil-hasil. Ketiga teori tersebut bisa dilihat dari aspek manajerial dan individual.
Teori Kontingensi Fiedler
Model kontingen Fiedler ini serupa dengan gaya kepemimpinan situasional dari Hersey dan Blanchard. Konsepsi kepemimpinan situasional ini melengkapi pemimpin dengan pemahaman dari hubungan antara gaya kepemimpinan yang efektif dengan tingkat kematangan (maturity) pengikutnya. Perilaku pengikut atau bawahan ini amat penting untuk mengetahui kepemimpinan situasional, karena bukan saja pengikut sebagai individu bisa menerima atau menolak pemimpinnya, akan tetapi sebagai kelompok, pengikut dapat menentukan kekuatan pribadi apapun yang dimiliki pemimpin.
Menurut Fiedler, tidak ada pemimpin yang ideal. Kedua LPC rendah (task-oriented) dan LPC tinggi (hubungan-oriented) pemimpin dapat efektif jika orientasi kepemimpinan mereka sesuai dengan situasi. Teori kontingensi memungkinkan untuk memprediksi karakteristik situasi yang tepat untuk efektivitas. Tiga komponen situasional menentukan atau situasional favourableness kontrol:
1. Leader-Member Relations, mengacu pada tingkat saling percaya, menghormati dan kepercayaan antara pemimpin dan bawahan.
2. Tugas Struktur, merujuk pada sejauh mana tugas-tugas kelompok jelas dan terstruktur.
3. Posisi pemimpin Power, mengacu pada kekuasaan yang melekat pada posisi pemimpin itu sendiri.
Ketika ada seorang pemimpin yang dapat berhubungan baik dengan anggotanya, tugas yang sangat terstruktur, dan posisi pemimpin yang tinggi kekuasaan, situasi ini dianggap sebagai "situasi yang menguntungkan". Fiedler menemukan bahwa para pemimpin LPC rendah lebih efektif dalam sangat menguntungkan atau situasi yang tidak menguntungkan, sedangkan para pemimpin LPC tinggi performa terbaik dalam situasi dengan tingkat favourability.
Karena kepribadian relatif stabil, model kontingensi menunjukkan bahwa meningkatkan efektivitas memerlukan mengubah situasi agar sesuai dengan pemimpin. Hal ini disebut "pekerjaan rekayasa". Organisasi atau pemimpin dapat meningkatkan atau menurunkan posisi tugas struktur dan kekuasaan, juga pelatihan dan pengembangan kelompok dapat meningkatkan hubungan pemimpin-anggota. Dalam buku 1976 Meningkatkan Efektivitas Kepemimpinan: The Leader Match Konsep Fiedler (dengan Martin Chemers dan Linda Mahar) menawarkan diri program pelatihan kepemimpinan yang dirancang untuk membantu para pemimpin favourableness mengubah situasi, atau situasional kendali.
Para peneliti sering menemukan bahwa teori kontingensi Fiedler yang jatuh pada fleksibilitas pendek. Mereka juga menyadari bahwa nilai LPC dapat gagal untuk mencerminkan ciri-ciri kepribadian yang seharusnya mereka berpikir. Teori kontingensi Fiedler ini telah menarik kritik karena menyiratkan bahwa satu-satunya alternatif untuk ketidaksesuaian dapat diubah orientasi pemimpin dan situasi yang tidak menguntungkan sedang mengubah pemimpin. Cognitive Resource Theory (CRT) memodifikasi kontingensi Fiedler dasar model dengan menambahkan ciri-ciri dari pemimpin (Fiedler dan Garcia 1987). CRT mencoba untuk mengidentifikasi kondisi di mana para pemimpin dan anggota kelompok akan menggunakan sumber-sumber intelektual mereka, keterampilan, dan pengetahuan secara efektif. Meskipun secara umum telah diasumsikan bahwa lebih cerdas dan pemimpin yang lebih berpengalaman akan berperforma lebih baik dibandingkan dengan mereka yang kurang kecerdasan dan pengalaman, asumsi ini tidak didukung oleh penelitian Fiedler.
Path-Goal Theory
Menurut Path-Goal teori kepemimpinan, pemimpin yang efektif karena mereka mempengaruhi karyawan 'motivasi dan kemampuan untuk melakukan. Teori ini dikenal sebagai teori Path-Goal karena menggambarkan bagaimana pemimpin mempengaruhi karyawan tujuan, dan jalan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Tujuan jalan-teori ini adalah kerangka kerja yang bermanfaat untuk memahami dampak dari perilaku pemimpin pada kepuasan dan semangat kerja karyawan. Path-teori Tujuan menawarkan wawasan yang berguna yang akan membantu dalam mengarahkan perilaku para manajer dalam situasi yang berbeda.
Path-goal theory, juga dikenal sebagai path-goal theory of leader effectiveness atau path-goal model adalah teori kepemimpinan dalam bidang studi organisasi yang dikembangkan oleh Robert House, seorang lulusan Universitas Negeri Ohio, pada tahun 1971 dan direvisi pada 1996. Theory ini menyatakan bahwa perilaku seorang pemimpin adalah kontingen dengan kepuasan, motivasi dan kinerja anak buahnya. Versi revisi juga berpendapat bahwa pemimpin terlibat dalam perilaku yang melengkapi kemampuan bawahan dan mengkompensasi kekurangan. Tujuan jalan-model dapat diklasifikasikan baik sebagai kontingensi atau sebagai theory kepemimpinan transaksional.
Pemimpin fungsi strategis adalah untuk meningkatkan karyawan motivasi untuk melakukan. Dengan kata lain, fungsi terdiri dari pemimpin dalam meningkatkan manfaat bagi karyawan untuk mencapai tujuan didefinisikan dengan baik, dan memindahkan blok jalan di jalan untuk tujuan-tujuan ini.
Faktor-faktor situasional juga menentukan efek dari perilaku pemimpin. Ini adalah karakteristik pribadi para pekerja, dan tekanan lingkungan yang pekerja harus mengatasi untuk mencapai tujuan mereka.
Tujuan Path-teori menyatakan bahwa perilaku pemimpin akan dapat diterima oleh pekerja hanya sejauh bahwa mereka melihat perilaku seperti memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka. Dan semakin tinggi kemampuan pekerja untuk melaksanakan tugas, semakin sedikit pekerja akan menerima pembinaan dari pemimpin. Lingkungan terdiri dari faktor yang tidak berada dalam jangkauan pekerja kontrol langsung. Kendala mungkin menjadi kontraproduktif, dan membatasi inisiatif, karena mereka mempengaruhi pekerja keyakinan bahwa usaha akan menghasilkan imbalan.
Teori Path-Goal menyatakan bahwa upaya yang dilakukan pemimpin untuk menerapkan kontrol yang ketat akan menyebabkan ketidakpuasan pekerja. Semakin banyak pekerja akan membenci setiap upaya oleh pemimpin untuk menegakkan kepatuhan terhadap peraturan dan prosedur organisasi.
Perilaku seorang pemimpin akan menjadi motivasi, hanya sejauh itu membantu para pekerja menghadapi tekanan lingkungan, dan sumber lain frustrasi. Ketika tuntutan tugas yang ambigu, pemimpin harus memberikan bimbingan yang diperlukan untuk para pekerja. Kepemimpinan berorientasi prestasi akan memotivasi para pekerja untuk berjuang untuk standar yang lebih tinggi, dan mereka akan memiliki keyakinan yang lebih besar dalam kemampuan mereka untuk memenuhi tujuan.
Melalui partisipasi dalam proses pengambilan keputusan, bawahan belajar apa yang menyebabkan tindakan apa tujuan. Partisipasi meningkatkan otonomi dan kontrol bahwa individu memiliki lebih dari apa yang terjadi di tempat kerja. Di bawah sistem partisipatif (dimana bawahan yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan), tekanan untuk mendapatkan performa yang lebih baik disebarkan - tekanan teman sebaya dan tekanan sosial juga datang untuk memainkan bagian. Bawahan yang lebih suka otonomi dan pengendalian diri cenderung bereaksi lebih positif dengan gaya kepemimpinan partisipatif.
Path-tujuan theory mengasumsikan bahwa para pemimpin yang fleksibel adalah mereka yang dapat mengubah gaya kepemimpinan mereka, sebagai dalam situasi yang diperlukan. Theory kontingensi mengusulkan dua variabel, seperti lingkungan dan karakteristik pengikut, bahwa pemimpin moderat-hasil perilaku hubungan. Lingkungan berada di luar kendali para pengikut-struktur tugas, sistem otoritas, dan kelompok kerja. Faktor-faktor lingkungan menentukan jenis perilaku pemimpin diperlukan jika hasil pengikut harus dimaksimalkan. Karakteristik pengikut adalah lokus kontrol, pengalaman, dan kemampuan yang dirasakan. Karakteristik pribadi bawahan menentukan bagaimana lingkungan dan pemimpin ditafsirkan. Para pemimpin yang efektif memperjelas jalan untuk membantu para pengikut mereka mencapai tujuan dan membuat perjalanan lebih mudah dengan mengurangi hambatan dan jebakan. Penelitian menunjukkan bahwa kinerja dan kepuasan karyawan secara positif dipengaruhi ketika pemimpin mengkompensasi kekurangan baik dalam karyawan atau lingkungan kerja.
Daftar Pustaka
Anonim. 2009. Kepemimpinan. http//id.wikipedia.org.
Anonim. 2009. Model Kontingensi Fiedler. http//id.wikipedia.org.
Anonim. 2008. Teori Kepemimpinan Klasik dan Teori Kontingensi. http://smileboys.blogspot.com.
Evans, Martin G.; 1970. "The effects of supervisory behavior on the path-goal relationship". Organizational Behavior and Human Performance Vol.5: 277–298.
House, Robert J.; 1996. "Path-goal theory of leadership: Lessons, legacy, and a reformulated theory". Leadership Quarterly Vol.7 (3): 323–352.
House, Robert J.; 1971. "A path-goal theory of leader effectiveness". Administrative Science Quarterly Vol.16: 321–339.
House, Robert J.; Mitchell, T.R.; 1974. "Path-goal theory of leadership". Journal of Contemporary Business Vol.3: l-97.
Vroom, Victor H.; 1964. Work and motivation. New York: Wiley.
KEPEMIMPINAN
Disusun oleh :
1. Anis Wulandari 10507309
2. Cony Asriza Sarwoedy 10507041
3. Rini Suryaning Putri 10507206
4. Tutis Latike sari 10507245
Kelas : 3 PA 02
Fakultas Psikologi
UNIVERSITAS GUNADARMA
2009
Kepemimpinan
Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Kepemimpinan mempunyai kaitan yang erat dengan motivasi. Hal tersebut dapat dilihat dari keberhasilan seorang pemimpin dalam menggerakkan orang lain dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sangat tergantung kepada kewibawaan, dan juga pimpinan itu dalam menciptakan motivasi dalam diri setiap orang bawahan, kolega, maupun atasan pimpinan itu sendiri.
Transformational Leadership dari Vroom
Kepemimpinan transformasional memadukan teori-teori perilaku dengan sedikt sifat teori. Pemimpin transaksional, seperti yang diidentifikasi dalam teori kontingensi, membimbing pengikutnya ke arah tujuan didirikan dengan menjelaskan peran dan tugas persyaratan. However, transformational leaders, who are charismatic and visionary, can inspire followers to transcend their own self-interest for the good of the organization. Perilaku pemimpin digunakan untuk mempengaruhi pengikut mencakup visi, pembingkaian, dan kesan manajemen. Visi adalah kemampuan pemimpin untuk mengikat orang bersama-sama dengan sebuah ide. Framing adalah proses di mana para pemimpin mendefinisikan tujuan gerakan mereka dalam istilah yang sangat bermakna. Pengelolaan kesan adalah pemimpin usaha untuk mengontrol bentuk tayangan yang lain tentang pemimpin dengan mempraktekkan perilaku yang membuat pemimpin lebih menarik dan menarik bagi orang lain. Penelitian menunjukkan bahwa transformasi, dibandingkan dengan transaksi, kepemimpinan adalah lebih kuat berkorelasi dengan tingkat turnover yang lebih rendah, produktivitas yang lebih tinggi, dan lebih tinggi kepuasan karyawan.
Seorang pemimpin transformasional menanamkan kepercayaan, kekaguman dan komitmen dalam pengikutnya. Pemimpin karismatik dapat menciptakan ikatan khusus dengan pengikutnya, mengartikulasikan sebuah visi yang mengidentifikasi dan para pengikut yang mereka bersedia bekerja. Setiap pengikut yang dilatih, saran, dan didelegasikan beberapa wewenang. Pemimpin transformasional pengikut merangsang intelektual, membangkitkan mereka untuk mengembangkan cara-cara baru untuk berpikir tentang masalah. Pemimpin kontingen menggunakan imbalan untuk memperkuat kinerja positif yang konsisten dengan keinginan pemimpin. Manajemen adalah dengan pengecualian. Pemimpin mengambil inisiatif hanya ketika ada masalah dan tidak aktif terlibat ketika semuanya berjalan dengan baik. Para pemimpin transformasional orang untuk melakukan tindakan dan mengubah pengikut menjadi pemimpin.
Pemimpin transformasional relevan dengan tempat kerja sekarang karena mereka fleksibel dan inovatif. Sementara itu adalah penting untuk memiliki pemimpin dengan orientasi yang sesuai tugas mendefinisikan dan mengelola hubungan, itu bahkan lebih penting untuk memiliki pemimpin yang dapat membawa organisasi ke masa depan mereka belum bayangkan. Transformasi kepemimpinan adalah inti dari menciptakan dan mempertahankan keunggulan kompetitif.
Victor Vroom (1964) yang terkenal dengan teori model Vroom menguraikan tentang faktor kinerja dapat dilihat dari 3 (tiga) teori sebagai berikut yang terdiri dari :
1. Teori ekspektansi.
Menurut teori ekpektansi yang bisa mendorong kinerja seseorang yaitu : “Ekspektansi seseorang mewakili keyakinan seorang individu bahwa tingkat upaya tertentu akan diikuti oleh suatu tingkat kinerja tertentu”. Sehubungan dengan tingkat ekspektansi seseorang Craig C. Pinder (1948) dalam bukunya “Work Motivation” berpendapat bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat ekspektansi seseorang yaitu :
a. Harga diri
b. Keberhasilan waktu melaksanakan tugas
c. Bantuan yang dicapai dari seorang supervisor dan pihak bawahan.
d. Informasi yang diperlukan untuk melaksanakan suatu tugas
e. Bahan-bahan baik dan peralatan baik untuk bekerja.
2. Teori Instrumentalis.
Menurut teori instrumentalis yaitu keyakinan seseorang bahwa hasil tertentu tergantung pada pelaksanaan sebuah tingkat kinerja khusus. Kinerja bersifat instrumental apabila ia meyebabkan timbulnya sesuatu yang lain.
3. Teori valensi.
Teori valensi mengandung arti bahwa nilai positif dan negatif yang diberikan orang kepada hasil-hasil. Ketiga teori tersebut bisa dilihat dari aspek manajerial dan individual.
Teori Kontingensi Fiedler
Model kontingen Fiedler ini serupa dengan gaya kepemimpinan situasional dari Hersey dan Blanchard. Konsepsi kepemimpinan situasional ini melengkapi pemimpin dengan pemahaman dari hubungan antara gaya kepemimpinan yang efektif dengan tingkat kematangan (maturity) pengikutnya. Perilaku pengikut atau bawahan ini amat penting untuk mengetahui kepemimpinan situasional, karena bukan saja pengikut sebagai individu bisa menerima atau menolak pemimpinnya, akan tetapi sebagai kelompok, pengikut dapat menentukan kekuatan pribadi apapun yang dimiliki pemimpin.
Menurut Fiedler, tidak ada pemimpin yang ideal. Kedua LPC rendah (task-oriented) dan LPC tinggi (hubungan-oriented) pemimpin dapat efektif jika orientasi kepemimpinan mereka sesuai dengan situasi. Teori kontingensi memungkinkan untuk memprediksi karakteristik situasi yang tepat untuk efektivitas. Tiga komponen situasional menentukan atau situasional favourableness kontrol:
1. Leader-Member Relations, mengacu pada tingkat saling percaya, menghormati dan kepercayaan antara pemimpin dan bawahan.
2. Tugas Struktur, merujuk pada sejauh mana tugas-tugas kelompok jelas dan terstruktur.
3. Posisi pemimpin Power, mengacu pada kekuasaan yang melekat pada posisi pemimpin itu sendiri.
Ketika ada seorang pemimpin yang dapat berhubungan baik dengan anggotanya, tugas yang sangat terstruktur, dan posisi pemimpin yang tinggi kekuasaan, situasi ini dianggap sebagai "situasi yang menguntungkan". Fiedler menemukan bahwa para pemimpin LPC rendah lebih efektif dalam sangat menguntungkan atau situasi yang tidak menguntungkan, sedangkan para pemimpin LPC tinggi performa terbaik dalam situasi dengan tingkat favourability.
Karena kepribadian relatif stabil, model kontingensi menunjukkan bahwa meningkatkan efektivitas memerlukan mengubah situasi agar sesuai dengan pemimpin. Hal ini disebut "pekerjaan rekayasa". Organisasi atau pemimpin dapat meningkatkan atau menurunkan posisi tugas struktur dan kekuasaan, juga pelatihan dan pengembangan kelompok dapat meningkatkan hubungan pemimpin-anggota. Dalam buku 1976 Meningkatkan Efektivitas Kepemimpinan: The Leader Match Konsep Fiedler (dengan Martin Chemers dan Linda Mahar) menawarkan diri program pelatihan kepemimpinan yang dirancang untuk membantu para pemimpin favourableness mengubah situasi, atau situasional kendali.
Para peneliti sering menemukan bahwa teori kontingensi Fiedler yang jatuh pada fleksibilitas pendek. Mereka juga menyadari bahwa nilai LPC dapat gagal untuk mencerminkan ciri-ciri kepribadian yang seharusnya mereka berpikir. Teori kontingensi Fiedler ini telah menarik kritik karena menyiratkan bahwa satu-satunya alternatif untuk ketidaksesuaian dapat diubah orientasi pemimpin dan situasi yang tidak menguntungkan sedang mengubah pemimpin. Cognitive Resource Theory (CRT) memodifikasi kontingensi Fiedler dasar model dengan menambahkan ciri-ciri dari pemimpin (Fiedler dan Garcia 1987). CRT mencoba untuk mengidentifikasi kondisi di mana para pemimpin dan anggota kelompok akan menggunakan sumber-sumber intelektual mereka, keterampilan, dan pengetahuan secara efektif. Meskipun secara umum telah diasumsikan bahwa lebih cerdas dan pemimpin yang lebih berpengalaman akan berperforma lebih baik dibandingkan dengan mereka yang kurang kecerdasan dan pengalaman, asumsi ini tidak didukung oleh penelitian Fiedler.
Path-Goal Theory
Menurut Path-Goal teori kepemimpinan, pemimpin yang efektif karena mereka mempengaruhi karyawan 'motivasi dan kemampuan untuk melakukan. Teori ini dikenal sebagai teori Path-Goal karena menggambarkan bagaimana pemimpin mempengaruhi karyawan tujuan, dan jalan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Tujuan jalan-teori ini adalah kerangka kerja yang bermanfaat untuk memahami dampak dari perilaku pemimpin pada kepuasan dan semangat kerja karyawan. Path-teori Tujuan menawarkan wawasan yang berguna yang akan membantu dalam mengarahkan perilaku para manajer dalam situasi yang berbeda.
Path-goal theory, juga dikenal sebagai path-goal theory of leader effectiveness atau path-goal model adalah teori kepemimpinan dalam bidang studi organisasi yang dikembangkan oleh Robert House, seorang lulusan Universitas Negeri Ohio, pada tahun 1971 dan direvisi pada 1996. Theory ini menyatakan bahwa perilaku seorang pemimpin adalah kontingen dengan kepuasan, motivasi dan kinerja anak buahnya. Versi revisi juga berpendapat bahwa pemimpin terlibat dalam perilaku yang melengkapi kemampuan bawahan dan mengkompensasi kekurangan. Tujuan jalan-model dapat diklasifikasikan baik sebagai kontingensi atau sebagai theory kepemimpinan transaksional.
Pemimpin fungsi strategis adalah untuk meningkatkan karyawan motivasi untuk melakukan. Dengan kata lain, fungsi terdiri dari pemimpin dalam meningkatkan manfaat bagi karyawan untuk mencapai tujuan didefinisikan dengan baik, dan memindahkan blok jalan di jalan untuk tujuan-tujuan ini.
Faktor-faktor situasional juga menentukan efek dari perilaku pemimpin. Ini adalah karakteristik pribadi para pekerja, dan tekanan lingkungan yang pekerja harus mengatasi untuk mencapai tujuan mereka.
Tujuan Path-teori menyatakan bahwa perilaku pemimpin akan dapat diterima oleh pekerja hanya sejauh bahwa mereka melihat perilaku seperti memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka. Dan semakin tinggi kemampuan pekerja untuk melaksanakan tugas, semakin sedikit pekerja akan menerima pembinaan dari pemimpin. Lingkungan terdiri dari faktor yang tidak berada dalam jangkauan pekerja kontrol langsung. Kendala mungkin menjadi kontraproduktif, dan membatasi inisiatif, karena mereka mempengaruhi pekerja keyakinan bahwa usaha akan menghasilkan imbalan.
Teori Path-Goal menyatakan bahwa upaya yang dilakukan pemimpin untuk menerapkan kontrol yang ketat akan menyebabkan ketidakpuasan pekerja. Semakin banyak pekerja akan membenci setiap upaya oleh pemimpin untuk menegakkan kepatuhan terhadap peraturan dan prosedur organisasi.
Perilaku seorang pemimpin akan menjadi motivasi, hanya sejauh itu membantu para pekerja menghadapi tekanan lingkungan, dan sumber lain frustrasi. Ketika tuntutan tugas yang ambigu, pemimpin harus memberikan bimbingan yang diperlukan untuk para pekerja. Kepemimpinan berorientasi prestasi akan memotivasi para pekerja untuk berjuang untuk standar yang lebih tinggi, dan mereka akan memiliki keyakinan yang lebih besar dalam kemampuan mereka untuk memenuhi tujuan.
Melalui partisipasi dalam proses pengambilan keputusan, bawahan belajar apa yang menyebabkan tindakan apa tujuan. Partisipasi meningkatkan otonomi dan kontrol bahwa individu memiliki lebih dari apa yang terjadi di tempat kerja. Di bawah sistem partisipatif (dimana bawahan yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan), tekanan untuk mendapatkan performa yang lebih baik disebarkan - tekanan teman sebaya dan tekanan sosial juga datang untuk memainkan bagian. Bawahan yang lebih suka otonomi dan pengendalian diri cenderung bereaksi lebih positif dengan gaya kepemimpinan partisipatif.
Path-tujuan theory mengasumsikan bahwa para pemimpin yang fleksibel adalah mereka yang dapat mengubah gaya kepemimpinan mereka, sebagai dalam situasi yang diperlukan. Theory kontingensi mengusulkan dua variabel, seperti lingkungan dan karakteristik pengikut, bahwa pemimpin moderat-hasil perilaku hubungan. Lingkungan berada di luar kendali para pengikut-struktur tugas, sistem otoritas, dan kelompok kerja. Faktor-faktor lingkungan menentukan jenis perilaku pemimpin diperlukan jika hasil pengikut harus dimaksimalkan. Karakteristik pengikut adalah lokus kontrol, pengalaman, dan kemampuan yang dirasakan. Karakteristik pribadi bawahan menentukan bagaimana lingkungan dan pemimpin ditafsirkan. Para pemimpin yang efektif memperjelas jalan untuk membantu para pengikut mereka mencapai tujuan dan membuat perjalanan lebih mudah dengan mengurangi hambatan dan jebakan. Penelitian menunjukkan bahwa kinerja dan kepuasan karyawan secara positif dipengaruhi ketika pemimpin mengkompensasi kekurangan baik dalam karyawan atau lingkungan kerja.
Daftar Pustaka
Anonim. 2009. Kepemimpinan. http//id.wikipedia.org.
Anonim. 2009. Model Kontingensi Fiedler. http//id.wikipedia.org.
Anonim. 2008. Teori Kepemimpinan Klasik dan Teori Kontingensi. http://smileboys.blogspot.com.
Evans, Martin G.; 1970. "The effects of supervisory behavior on the path-goal relationship". Organizational Behavior and Human Performance Vol.5: 277–298.
House, Robert J.; 1996. "Path-goal theory of leadership: Lessons, legacy, and a reformulated theory". Leadership Quarterly Vol.7 (3): 323–352.
House, Robert J.; 1971. "A path-goal theory of leader effectiveness". Administrative Science Quarterly Vol.16: 321–339.
House, Robert J.; Mitchell, T.R.; 1974. "Path-goal theory of leadership". Journal of Contemporary Business Vol.3: l-97.
Vroom, Victor H.; 1964. Work and motivation. New York: Wiley.
Jumat, 02 Oktober 2009
kekuasaan
Kekuasaan Kehakiman di Indonesia
Written by CONY ASRIZA S,2 oktober 2009,19;30
Kekuasaan Kehakiman, dalam konteks negara Republik Indonesia, adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.
Perubahan (Amandemen) Undang-Undang Dasar 1945 telah membawa perubahan dalam kehidupan ketatanegaraan dalam pelaksanaan kekuasaan kehakiman. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh:
* Mahkamah Agung dan badan peradilan yang ada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, dan lingkungan peradilan tata usaha negara.
* Mahkamah Konstitusi
Selain itu terdapat pula Peradilan Syariah Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, yang merupakan pengadilan khusus dalam Lingkungan Peradilan Agama (sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan agama) dan Lingkungan Peradilan Umum (sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan umum).
Disamping perubahan mengenai penyelenggaraan kekuasaan kehakiman, UUD 1945 juga mengintroduksi suatu lembaga baru yang berkaitan dengan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yaitu Komisi Yudisial. Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004
Perubahan UUD 1945 yang membawa perubahan mendasar mengenai penyelengaraan kekuasaan kehakiman, membuat perlunya dilakukan perubahan secara komprehensif mengenai Undang-Undang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman mengatur mengenai badan-badan peradilan penyelenggara kekuasaan kehakiman, asas-asas penyelengaraan kekuasaan kehakiman, jaminan kedudukan dan perlakuan yang sama bagi setiap orang dalam hukum dan dalam mencari keadilan.
Pengalihan Badan Peradilan
Konsekuensi dari UU Kekuasaan Kehakiman adalah pengalihan organisasi, administrasi, dan finansial badan peradilan di bawah Mahkamah Agung. Sebelumnya, pembinaan badan-badan peradilan berada di bawah eksekutif (Departemen Kehakiman dan HAM, Departemen Agama, Departemen Keuangan) dan TNI, namun saat ini seluruh badan peradilan berada di bawah Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.
Berikut adalah peralihan badan peradilan ke Mahkamah Agung:
* Organisasi, administrasi, dan finansial pada Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Pengadilan Tinggi, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, Pengadilan Negeri, dan Pengadilan Tata Usaha Negara, terhitung sejak tanggal 31 Maret 2004 dialihkan dari Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia ke Mahkamah Agung
* Organisasi, administrasi, dan finansial pada Direktorat Pembinaan Peradilan Agama Departemen Agama, Pengadilan Tinggi Agama/Mahkamah Syariah Propinsi, dan Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah, terhitung sejak tanggal 30 Juni 2004 dialihkan dari Departemen Agama ke Mahkamah Agung
* Organisasi, administrasi, dan finansial pada Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, dan Pengadilan Militer Utama, terhitung sejak tanggal 1 September 2004 dialihkan dari TNI ke Mahkamah Agung. Akibat perlaihan ini, seluruh prajurit TNI dan PNS yang bertugas pada pengadilan dalam lingkup peradilan militer akan beralih menjadi personel organik Mahkamah Agung, meski pembinaan keprajuritan bagi personel militer tetap dilaksanakan oleh Mabes TNI.
Peralihan tersebut termasuk peralihan status pembinaan kepegawaian, aset, keuangan, arsip/dokumen, dan anggaran menjadi berada di bawah Mahkamah Agung.
Kekuasaan Kehakiman, dalam konteks negara Republik Indonesia, adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.
Perubahan (Amandemen) Undang-Undang Dasar 1945 telah membawa perubahan dalam kehidupan ketatanegaraan dalam pelaksanaan kekuasaan kehakiman. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh:
* Mahkamah Agung dan badan peradilan yang ada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, dan lingkungan peradilan tata usaha negara.
* Mahkamah Konstitusi
Selain itu terdapat pula Peradilan Syariah Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, yang merupakan pengadilan khusus dalam Lingkungan Peradilan Agama (sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan agama) dan Lingkungan Peradilan Umum (sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan umum).
Disamping perubahan mengenai penyelenggaraan kekuasaan kehakiman, UUD 1945 juga mengintroduksi suatu lembaga baru yang berkaitan dengan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yaitu Komisi Yudisial. Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004
Perubahan UUD 1945 yang membawa perubahan mendasar mengenai penyelengaraan kekuasaan kehakiman, membuat perlunya dilakukan perubahan secara komprehensif mengenai Undang-Undang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman mengatur mengenai badan-badan peradilan penyelenggara kekuasaan kehakiman, asas-asas penyelengaraan kekuasaan kehakiman, jaminan kedudukan dan perlakuan yang sama bagi setiap orang dalam hukum dan dalam mencari keadilan.
Pengalihan Badan Peradilan
Konsekuensi dari UU Kekuasaan Kehakiman adalah pengalihan organisasi, administrasi, dan finansial badan peradilan di bawah Mahkamah Agung. Sebelumnya, pembinaan badan-badan peradilan berada di bawah eksekutif (Departemen Kehakiman dan HAM, Departemen Agama, Departemen Keuangan) dan TNI, namun saat ini seluruh badan peradilan berada di bawah Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.
Berikut adalah peralihan badan peradilan ke Mahkamah Agung:
* Organisasi, administrasi, dan finansial pada Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Pengadilan Tinggi, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, Pengadilan Negeri, dan Pengadilan Tata Usaha Negara, terhitung sejak tanggal 31 Maret 2004 dialihkan dari Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia ke Mahkamah Agung
* Organisasi, administrasi, dan finansial pada Direktorat Pembinaan Peradilan Agama Departemen Agama, Pengadilan Tinggi Agama/Mahkamah Syariah Propinsi, dan Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah, terhitung sejak tanggal 30 Juni 2004 dialihkan dari Departemen Agama ke Mahkamah Agung
* Organisasi, administrasi, dan finansial pada Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, dan Pengadilan Militer Utama, terhitung sejak tanggal 1 September 2004 dialihkan dari TNI ke Mahkamah Agung. Akibat perlaihan ini, seluruh prajurit TNI dan PNS yang bertugas pada pengadilan dalam lingkup peradilan militer akan beralih menjadi personel organik Mahkamah Agung, meski pembinaan keprajuritan bagi personel militer tetap dilaksanakan oleh Mabes TNI.
Peralihan tersebut termasuk peralihan status pembinaan kepegawaian, aset, keuangan, arsip/dokumen, dan anggaran menjadi berada di bawah Mahkamah Agung.
Kekuasaan Kehakiman di Indonesia
Kekuasaan Kehakiman, dalam konteks negara Republik Indonesia, adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.
Perubahan (Amandemen) Undang-Undang Dasar 1945 telah membawa perubahan dalam kehidupan ketatanegaraan dalam pelaksanaan kekuasaan kehakiman. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh:
* Mahkamah Agung dan badan peradilan yang ada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, dan lingkungan peradilan tata usaha negara.
* Mahkamah Konstitusi
Selain itu terdapat pula Peradilan Syariah Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, yang merupakan pengadilan khusus dalam Lingkungan Peradilan Agama (sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan agama) dan Lingkungan Peradilan Umum (sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan umum).
Disamping perubahan mengenai penyelenggaraan kekuasaan kehakiman, UUD 1945 juga mengintroduksi suatu lembaga baru yang berkaitan dengan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yaitu Komisi Yudisial. Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004
Perubahan UUD 1945 yang membawa perubahan mendasar mengenai penyelengaraan kekuasaan kehakiman, membuat perlunya dilakukan perubahan secara komprehensif mengenai Undang-Undang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman mengatur mengenai badan-badan peradilan penyelenggara kekuasaan kehakiman, asas-asas penyelengaraan kekuasaan kehakiman, jaminan kedudukan dan perlakuan yang sama bagi setiap orang dalam hukum dan dalam mencari keadilan.
Pengalihan Badan Peradilan
Konsekuensi dari UU Kekuasaan Kehakiman adalah pengalihan organisasi, administrasi, dan finansial badan peradilan di bawah Mahkamah Agung. Sebelumnya, pembinaan badan-badan peradilan berada di bawah eksekutif (Departemen Kehakiman dan HAM, Departemen Agama, Departemen Keuangan) dan TNI, namun saat ini seluruh badan peradilan berada di bawah Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.
Berikut adalah peralihan badan peradilan ke Mahkamah Agung:
* Organisasi, administrasi, dan finansial pada Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Pengadilan Tinggi, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, Pengadilan Negeri, dan Pengadilan Tata Usaha Negara, terhitung sejak tanggal 31 Maret 2004 dialihkan dari Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia ke Mahkamah Agung
* Organisasi, administrasi, dan finansial pada Direktorat Pembinaan Peradilan Agama Departemen Agama, Pengadilan Tinggi Agama/Mahkamah Syariah Propinsi, dan Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah, terhitung sejak tanggal 30 Juni 2004 dialihkan dari Departemen Agama ke Mahkamah Agung
* Organisasi, administrasi, dan finansial pada Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, dan Pengadilan Militer Utama, terhitung sejak tanggal 1 September 2004 dialihkan dari TNI ke Mahkamah Agung. Akibat perlaihan ini, seluruh prajurit TNI dan PNS yang bertugas pada pengadilan dalam lingkup peradilan militer akan beralih menjadi personel organik Mahkamah Agung, meski pembinaan keprajuritan bagi personel militer tetap dilaksanakan oleh Mabes TNI.
Peralihan tersebut termasuk peralihan status pembinaan kepegawaian, aset, keuangan, arsip/dokumen, dan anggaran menjadi berada di bawah Mahkamah Agung.
dari : Google.com
Perubahan (Amandemen) Undang-Undang Dasar 1945 telah membawa perubahan dalam kehidupan ketatanegaraan dalam pelaksanaan kekuasaan kehakiman. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh:
* Mahkamah Agung dan badan peradilan yang ada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, dan lingkungan peradilan tata usaha negara.
* Mahkamah Konstitusi
Selain itu terdapat pula Peradilan Syariah Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, yang merupakan pengadilan khusus dalam Lingkungan Peradilan Agama (sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan agama) dan Lingkungan Peradilan Umum (sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan umum).
Disamping perubahan mengenai penyelenggaraan kekuasaan kehakiman, UUD 1945 juga mengintroduksi suatu lembaga baru yang berkaitan dengan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yaitu Komisi Yudisial. Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004
Perubahan UUD 1945 yang membawa perubahan mendasar mengenai penyelengaraan kekuasaan kehakiman, membuat perlunya dilakukan perubahan secara komprehensif mengenai Undang-Undang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman mengatur mengenai badan-badan peradilan penyelenggara kekuasaan kehakiman, asas-asas penyelengaraan kekuasaan kehakiman, jaminan kedudukan dan perlakuan yang sama bagi setiap orang dalam hukum dan dalam mencari keadilan.
Pengalihan Badan Peradilan
Konsekuensi dari UU Kekuasaan Kehakiman adalah pengalihan organisasi, administrasi, dan finansial badan peradilan di bawah Mahkamah Agung. Sebelumnya, pembinaan badan-badan peradilan berada di bawah eksekutif (Departemen Kehakiman dan HAM, Departemen Agama, Departemen Keuangan) dan TNI, namun saat ini seluruh badan peradilan berada di bawah Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.
Berikut adalah peralihan badan peradilan ke Mahkamah Agung:
* Organisasi, administrasi, dan finansial pada Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Pengadilan Tinggi, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, Pengadilan Negeri, dan Pengadilan Tata Usaha Negara, terhitung sejak tanggal 31 Maret 2004 dialihkan dari Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia ke Mahkamah Agung
* Organisasi, administrasi, dan finansial pada Direktorat Pembinaan Peradilan Agama Departemen Agama, Pengadilan Tinggi Agama/Mahkamah Syariah Propinsi, dan Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah, terhitung sejak tanggal 30 Juni 2004 dialihkan dari Departemen Agama ke Mahkamah Agung
* Organisasi, administrasi, dan finansial pada Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, dan Pengadilan Militer Utama, terhitung sejak tanggal 1 September 2004 dialihkan dari TNI ke Mahkamah Agung. Akibat perlaihan ini, seluruh prajurit TNI dan PNS yang bertugas pada pengadilan dalam lingkup peradilan militer akan beralih menjadi personel organik Mahkamah Agung, meski pembinaan keprajuritan bagi personel militer tetap dilaksanakan oleh Mabes TNI.
Peralihan tersebut termasuk peralihan status pembinaan kepegawaian, aset, keuangan, arsip/dokumen, dan anggaran menjadi berada di bawah Mahkamah Agung.
dari : Google.com
Kepemimpinan
Written by cony asriza s,2 oktober 2009,19;20
Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Kepemimpinan mempunyai kaitan yang erat dengan motivasi. Hal tersebut dapat dilihat dari keberhasilan seorang pemimpin dalam menggerakkan orang lain dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sangat tergantung kepada kewibawaan, dan juga pimpinan itu dalam menciptakan motivasi dalam diri setiap orang bawahan, kolega, maupun atasan pimpinan itu sendiri.
Gaya kepemimpinan
- Otokratis. Kepemimpinan seperti ini menggunakan metode pendekatan kekuasaan dalam mencapai keputusan dan pengembangan strukturnya. Jadi kekuasaanlah yang sangat dominan diterapkan.
- Demokrasi. Gaya ini ditandai adanya suatu struktur yang pengembangannya menggunakan pendekatan pengambilan keputusan yang kooperatif. Di bawah kepemimpinan demokratis cenderung bermoral tinggi dapat bekerjasama, mengutamakan mutu kerja dan dapat mengarahkan diri sendiri.
- Gaya kepemimpinan kendali bebas. Pemimpin memberikan kekuasan penuh terhadap bawahan, struktur organisasi bersifat longgar dan pemimpin bersifat pasif.
KEPEMIMPINAN SEJATI
Kepemimpinan sesungguhnya tidak ditentukan oleh pangkat atau pun jabatan seseorang. Kepemimpinan adalah sesuatu yang muncul dari dalam dan merupakan buah dari keputusan seseorang untuk mau menjadi pemimpin, baik bagi dirinya sendiri, bagi keluarganya, bagi lingkungan pekerjaannya, maupun bagi lingkungan sosial dan bahkan bagi negerinya.
Hal ini dikatakan dengan lugas oleh seorang jenderal dari Angkatan Udara Amerika Serikat:
”I don’t think you have to be
wearing stars on your shoulders or a title to be a leader. Anybody who wants to raise his hand can be a leader any time.”
—General Ronal Fogleman, US Air Force—
Kepemimpinan adalah sebuah keputusan dan lebih merupakan hasil dari proses perubahan karakter atau transformasi internal dalam diri seseorang. Kepemimpinan bukanlah jabatan atau gelar, melainkan sebuah kelahiran dari proses panjang perubahan dalam diri seseorang. Ketika seseorang menemukan visi dan misi hidupnya, ketika terjadi kedamaian dalam diri (inner peace) dan membentuk bangunan karakter yang kokoh, ketika setiap ucapan dan tindakannya mulai memberikan pengaruh kepada lingkungannya, dan ketika keberadaannya mendorong perubahan dalam organisasinya, pada saat itulah seseorang lahir menjadi pemimpin sejati. Jadi pemimpin bukan sekedar gelar atau jabatan yang diberikan dari luar melainkan sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari dalam diri seseorang. Kepemimpinan lahir dari proses internal (leadership from the inside out).
Ketika pada suatu hari filsuf besar Cina, Lao Tsu, ditanya oleh muridnya tentang siapakah pemimpin yang sejati, maka dia menjawab:
As for the best leaders, the people do not notice their existence.
The next best, the people honour
And praise.
The next, the people fear, And the next the people hate.
When the best leader’s work is done, The people say, ‘we did it ourselves’.
Justru seringkali seorang pemimpin sejati tidak diketahui keberadaannya oleh mereka yang dipimpinnya. Bahkan ketika misi atau tugas terselesaikan, maka seluruh anggota tim akan mengatakan bahwa merekalah yang melakukannya sendiri. Pemimpin sejati adalah seorang pemberi semangat (encourager), motivator, inspirator, dan maximizer.
Konsep pemikiran seperti ini adalah sesuatu yang baru dan mungkin tidak bisa diterima oleh para pemimpin konvensional yang justru mengharapkan penghormatan dan pujian (honor and praise) dari mereka yang dipimpinnya. Semakin dipuji bahkan dikultuskan, semakin tinggi hati dan lupa dirilah seorang pemimpin. Justru kepemimpinan sejati adalah kepemimpinan yang didasarkan pada kerendahan hati (humble).
Pelajaran mengenai kerendahan hati dan kepemimpinan sejati dapat kita peroleh dari kisah hidup Nelson Mandela. Seorang pemimpin besar Afrika Selatan, yang membawa bangsanya dari negara yang rasialis, menjadi negara yang demokratis dan merdeka.
Saya menyaksikan sendiri dalam sebuah acara talk show TV yang dipandu oleh presenter terkenal Oprah Winfrey, bagaimana Nelson Mandela menceritakan bahwa selama penderitaan 27 tahun dalam penjara pemerintah Apartheid, justru melahirkan perubahan dalam dirinya. Dia mengalami perubahan karakter dan memperoleh kedamaian dalam dirinya. Sehingga dia menjadi manusia yang rendah hati dan mau memaafkan mereka yang telah membuatnya menderita selama bertahun-tahun.
Seperti yang dikatakan oleh penulis buku terkenal, Kenneth Blanchard, bahwa kepemimpinan dimulai dari dalam hati dan keluar untuk melayani mereka yang dipimpinnya. Perubahan karakter adalah segala-galanya bagi seorang pemimpin sejati. Tanpa perubahan dari dalam, tanpa kedamaian diri, tanpa kerendahan hati, tanpa adanya integritas yang kokoh, daya tahan menghadapi kesulitan dan tantangan, dan visi serta misi yang jelas, seseorang tidak akan pernah menjadi pemimpin sejati.
Karakter Seorang Pemimpin Sejati
Setiap kita memiliki kapasitas untuk menjadi pemimpin. Dalam tulisan ini saya memperkenalkan sebuah jenis kepemimpinan yang saya sebut dengan Q Leader. Kepemimpinan Q dalam hal ini memiliki empat makna. Pertama, Q berarti kecerdasan atau intelligence (seperti dalam IQ – Kecerdasan Intelektual, EQ – Kecerdasan Emosional, dan SQ – Kecerdasan Spiritual). Q Leader berarti seorang pemimpin yang memiliki kecerdasan IQ—EQ—SQ yang cukup tinggi. Kedua, Q Leader berarti kepemimpinan yang memiliki quality, baik dari aspek visioner maupun aspek manajerial.
Ketiga, Q Leader berarti seorang pemimpin yang memiliki qi (dibaca ‘chi’ – bahasa Mandarin yang berarti energi kehidupan). Makna Q keempat adalah seperti yang dipopulerkan oleh KH Abdullah Gymnastiar sebagai qolbu atau inner self. Seorang pemimpin sejati adalah seseorang yang sungguh-sungguh mengenali dirinya (qolbu-nya) dan dapat mengelola dan mengendalikannya (self management atau qolbu management).
Menjadi seorang pemimpin Q berarti menjadi seorang pemimpin yang selalu belajar dan bertumbuh senantiasa untuk mencapai tingkat atau kadar Q (intelligence – quality – qi — qolbu) yang lebih tinggi dalam upaya pencapaian misi dan tujuan organisasi maupun pencapaian makna kehidupan setiap pribadi seorang pemimpin.
Untuk menutup tulisan ini, saya merangkum kepemimpinan Q dalam tiga aspek penting dan saya singkat menjadi 3C , yaitu:
1. Perubahan karakter dari dalam diri (character change)
2. Visi yang jelas (clear vision)
3. Kemampuan atau kompetensi yang tinggi (competence)
Ketiga hal tersebut dilandasi oleh suatu sikap disiplin yang tinggi untuk senantiasa bertumbuh, belajar dan berkembang baik secara internal (pengembangan kemampuan intrapersonal, kemampuan teknis, pengetahuan, dll) maupun dalam hubungannya dengan orang lain (pengembangan kemampuan interpersonal dan metoda kepemimpinan).
Seperti yang dikatakan oleh John Maxwell: ”The only way that I can keep leading is to keep growing. The day I stop growing, somebody else takes the leadership baton. That is the way it always it.” Satu-satunya cara agar saya tetap menjadi pemimpin adalah saya harus senantiasa bertumbuh. Ketika saya berhenti bertumbuh, orang lain akan mengambil alih kepemimpinan tersebut.
Dari : kepemimpinan wordpress.com
Hal ini dikatakan dengan lugas oleh seorang jenderal dari Angkatan Udara Amerika Serikat:
”I don’t think you have to be
wearing stars on your shoulders or a title to be a leader. Anybody who wants to raise his hand can be a leader any time.”
—General Ronal Fogleman, US Air Force—
Kepemimpinan adalah sebuah keputusan dan lebih merupakan hasil dari proses perubahan karakter atau transformasi internal dalam diri seseorang. Kepemimpinan bukanlah jabatan atau gelar, melainkan sebuah kelahiran dari proses panjang perubahan dalam diri seseorang. Ketika seseorang menemukan visi dan misi hidupnya, ketika terjadi kedamaian dalam diri (inner peace) dan membentuk bangunan karakter yang kokoh, ketika setiap ucapan dan tindakannya mulai memberikan pengaruh kepada lingkungannya, dan ketika keberadaannya mendorong perubahan dalam organisasinya, pada saat itulah seseorang lahir menjadi pemimpin sejati. Jadi pemimpin bukan sekedar gelar atau jabatan yang diberikan dari luar melainkan sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari dalam diri seseorang. Kepemimpinan lahir dari proses internal (leadership from the inside out).
Ketika pada suatu hari filsuf besar Cina, Lao Tsu, ditanya oleh muridnya tentang siapakah pemimpin yang sejati, maka dia menjawab:
As for the best leaders, the people do not notice their existence.
The next best, the people honour
And praise.
The next, the people fear, And the next the people hate.
When the best leader’s work is done, The people say, ‘we did it ourselves’.
Justru seringkali seorang pemimpin sejati tidak diketahui keberadaannya oleh mereka yang dipimpinnya. Bahkan ketika misi atau tugas terselesaikan, maka seluruh anggota tim akan mengatakan bahwa merekalah yang melakukannya sendiri. Pemimpin sejati adalah seorang pemberi semangat (encourager), motivator, inspirator, dan maximizer.
Konsep pemikiran seperti ini adalah sesuatu yang baru dan mungkin tidak bisa diterima oleh para pemimpin konvensional yang justru mengharapkan penghormatan dan pujian (honor and praise) dari mereka yang dipimpinnya. Semakin dipuji bahkan dikultuskan, semakin tinggi hati dan lupa dirilah seorang pemimpin. Justru kepemimpinan sejati adalah kepemimpinan yang didasarkan pada kerendahan hati (humble).
Pelajaran mengenai kerendahan hati dan kepemimpinan sejati dapat kita peroleh dari kisah hidup Nelson Mandela. Seorang pemimpin besar Afrika Selatan, yang membawa bangsanya dari negara yang rasialis, menjadi negara yang demokratis dan merdeka.
Saya menyaksikan sendiri dalam sebuah acara talk show TV yang dipandu oleh presenter terkenal Oprah Winfrey, bagaimana Nelson Mandela menceritakan bahwa selama penderitaan 27 tahun dalam penjara pemerintah Apartheid, justru melahirkan perubahan dalam dirinya. Dia mengalami perubahan karakter dan memperoleh kedamaian dalam dirinya. Sehingga dia menjadi manusia yang rendah hati dan mau memaafkan mereka yang telah membuatnya menderita selama bertahun-tahun.
Seperti yang dikatakan oleh penulis buku terkenal, Kenneth Blanchard, bahwa kepemimpinan dimulai dari dalam hati dan keluar untuk melayani mereka yang dipimpinnya. Perubahan karakter adalah segala-galanya bagi seorang pemimpin sejati. Tanpa perubahan dari dalam, tanpa kedamaian diri, tanpa kerendahan hati, tanpa adanya integritas yang kokoh, daya tahan menghadapi kesulitan dan tantangan, dan visi serta misi yang jelas, seseorang tidak akan pernah menjadi pemimpin sejati.
Karakter Seorang Pemimpin Sejati
Setiap kita memiliki kapasitas untuk menjadi pemimpin. Dalam tulisan ini saya memperkenalkan sebuah jenis kepemimpinan yang saya sebut dengan Q Leader. Kepemimpinan Q dalam hal ini memiliki empat makna. Pertama, Q berarti kecerdasan atau intelligence (seperti dalam IQ – Kecerdasan Intelektual, EQ – Kecerdasan Emosional, dan SQ – Kecerdasan Spiritual). Q Leader berarti seorang pemimpin yang memiliki kecerdasan IQ—EQ—SQ yang cukup tinggi. Kedua, Q Leader berarti kepemimpinan yang memiliki quality, baik dari aspek visioner maupun aspek manajerial.
Ketiga, Q Leader berarti seorang pemimpin yang memiliki qi (dibaca ‘chi’ – bahasa Mandarin yang berarti energi kehidupan). Makna Q keempat adalah seperti yang dipopulerkan oleh KH Abdullah Gymnastiar sebagai qolbu atau inner self. Seorang pemimpin sejati adalah seseorang yang sungguh-sungguh mengenali dirinya (qolbu-nya) dan dapat mengelola dan mengendalikannya (self management atau qolbu management).
Menjadi seorang pemimpin Q berarti menjadi seorang pemimpin yang selalu belajar dan bertumbuh senantiasa untuk mencapai tingkat atau kadar Q (intelligence – quality – qi — qolbu) yang lebih tinggi dalam upaya pencapaian misi dan tujuan organisasi maupun pencapaian makna kehidupan setiap pribadi seorang pemimpin.
Untuk menutup tulisan ini, saya merangkum kepemimpinan Q dalam tiga aspek penting dan saya singkat menjadi 3C , yaitu:
1. Perubahan karakter dari dalam diri (character change)
2. Visi yang jelas (clear vision)
3. Kemampuan atau kompetensi yang tinggi (competence)
Ketiga hal tersebut dilandasi oleh suatu sikap disiplin yang tinggi untuk senantiasa bertumbuh, belajar dan berkembang baik secara internal (pengembangan kemampuan intrapersonal, kemampuan teknis, pengetahuan, dll) maupun dalam hubungannya dengan orang lain (pengembangan kemampuan interpersonal dan metoda kepemimpinan).
Seperti yang dikatakan oleh John Maxwell: ”The only way that I can keep leading is to keep growing. The day I stop growing, somebody else takes the leadership baton. That is the way it always it.” Satu-satunya cara agar saya tetap menjadi pemimpin adalah saya harus senantiasa bertumbuh. Ketika saya berhenti bertumbuh, orang lain akan mengambil alih kepemimpinan tersebut.
Dari : kepemimpinan wordpress.com
Langganan:
Postingan (Atom)